Market

Mengenal Rupiah Digital, Uang Elektronik, dan Criptocurrency

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan white paper pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital yang dinamakan rupiah digital. Apa bedanya dengan uang elektronik, atau criptocurrency?

Penerbitan CBDC ini merupakan langkah awal Proyek Garuda, yaitu sebuah inisiatif yang memayungi berbagai eksplorasi dan diharapkan menjadi katalisator pengembangan desain CBDC ke depan. Proyek Garuda ini telah dimulai sejak akhir November lalu.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pengembangan rupiah digital meneguhkan fungsi BI sebagai otoritas tunggal dalam menerbitkan mata uang termasuk mata uang digital, memperkuat peran BI di kancah internasional, dan mengakselerasi integrasi ekonomi dan keuangan secara nasional.

Alasan bank sentral menerbitkan rupiah digital menurut Perry di antaranya, pertama, karena BI merupakan satu-satunya lembaga negara yang sah mengeluarkan rupiah digital, sesuai undang-undang. Alasan kedua, BI ingin melayani masyarakat. Saat ini ada masyarakat yang masih ingin menggunakan alat pembayaran kertas, dan ada pula yang ingin menggunakan alat pembayaran berbasis rekening.

Indonesia saat ini didominasi oleh milenial sehingga diperlukan alat pembayaran digital.

“Indonesia sekitar 60 persen milenial, apalagi anak cucu kita memerlukan alat pembayaran digital. Jadi, BI sebagai bank sentral satu-satunya di Indonesia ingin melayani masyarakat untuk tiga jenis pembayaran, uang kertas, berbasis kartu atau rekening, dan uang berbasis digital,” kata Perry, Senin (5/12/2022).

Alasan lainnya adalah digitalisasi currency ini dapat dimanfaatkan untuk kerja sama internasional. Oleh karena itu, BI bersama dengan bank sentral negara lain bekerja sama mengembangkan central bank currency.

“Di G20 Alhamdulilah sudah disepakati, pilihan-pilihan desain CBDC itu apa, bagaimana digital bank untuk inklusi keuangan dan juga bagaimana CBDC saling kerja sama internasional. Jadi alasan ketiga BI keluarkan CBDC agar kita tetap bisa kerja sama internasional,” ujarnya.

Implementasi rupiah digital ini akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari wholesale CBDC untuk penerbitan, pemusnahan, dan transfer antar bank. Selanjutnya, akan diperluas dengan model bisnis operasi moneter dan pasar uang, dan integrasi wholesale rupiah digital dengan ritel rupiah digital secara end to end.

Uang digital mendesak

Perkembangan teknologi informasi menuntut kehadiran uang secara virtual yang pada akhirnya akan menghilangkan uang fisik. Mata uang virtual (digital) yang saat ini lazim disebut cryptocurrency merupakan aset yang memiliki kode kriptografik sehingga sangat sulit untuk dibajak (counterfeit) atau digandakan. Cryptocurrency dikembangkan dalam sistem yang terdesentralisasi menggunakan teknologi blockchain yaitu sekumpulan data (distributed ledger) yang dikelola oleh jaringan komputer yang unik.

Penggunaan mata uang digital memiliki keuntungan dalam kecepatan dan efisiensi biaya transfer. Sistem yang terdesentralisasi (blockchain) juga mengurangi risiko kegagalan sistem secara keseluruhan. Di lain pihak, nilai mata uang digital juga memiliki sisi negatif, di antaranya tingkat volatilitas yang tinggi yang berarti masuk kategori high risk financial instrument jika digunakan sebagai penyimpan nilai (storing value), hingga risiko digunakan dalam kegiatan kriminal karena sistem terdesentralisasi di luar kendali pemerintah.

Mengutip laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Kementerian Keuangan RI, sebagian besar Bank Sentral di seluruh dunia masih melarang penggunaan mata uang digital (mata uang kripto) sebagai alat pembayaran yang sah. Hal ini karena sifatnya yang tidak dikontrol oleh otoritas moneter dalam hal ini bank sentral di masing-masing negaranya.

Namun demikian, beberapa tahun terakhir, beberapa bank sentral mulai mewacanakan penciptaan mata uang digital yang disebut CBDC. CBDC ini tentunya berbeda dengan mata uang kripto yang saat ini beredar seperti Bitcoin, Ethereum, dan lain sebagainya.

“CBDC diciptakan secara legal dan dikelola oleh otoritas moneter pada suatu negara sehingga volatilitas nilainya diharapkan lebih stabil,” ungkap laman tersebut.

Penciptaan CBDC sebagai alternatif mata uang konvensional setidaknya harus memenuhi kondisi bahwa CBDC memenuhi kriteria sebagai medium of change yang praktis dan rendah biaya sebagaimana rekening berbasis mata uang konvensional. Hal ini dapat diartikan rekening CBDC dikelola secara langsung di Bank Sentral atau rekening yang dapat diakses oleh bank komersial melalui skema public private partnership.

Ekonom dunia Prof Michael D Bordo dan Prof Andrew T Levin dalam sebuah papernya mengungkapkan CBDC memberikan imbal hasil (bunga) yang mengikuti imbal hasil aset keuangan bebas risiko (risk-free asset) seperti Surat Berharga Negara sehingga memenuhi fungsi sebagai aset penyimpan nilai (storing value).

CBDC dapat diakses secara luas oleh masyarakat sebagai alternatif pengganti uang konvensional disertai biaya konversi/transfer bertingkat yang terjadwal antara CBDC dan uang konvensional.

“Kerangka kerja kebijakan moneter mampu menjaga nilai CBDC stabil sepanjang waktu dalam hubungan dengan kebijakan pengendalian inflasi,” kata Prof Bordo.

Keuntungan uang digital rupiah jenis general purposes secara komparatif dibandingkan uang konvensional adalah pengurangan biaya cetak dan penyimpanan. Sekaligus juga mampu memitigasi munculnya shadow banking atau kegiatan keuangan yang dilakukan lembaga non-bank di luar lingkup regulasi sistem perbankan yang jamak muncul di negara-negara berkembang.

Rupiah digital versus cryptocurrency?

Bank Indonesia (BI) mengatakan terdapat perbedaan CBDC alias rupiah digital dengan uang elektronik. Secara sederhana, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu misalnya e-money.

Pengguna uang elektronik harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi.

Sementara CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal. CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara.

Perbedaan yang paling sederhana adalah, rupiah digital diterbitkan BI selaku otoritas moneter, sementara uang elektronik bisa diterbitkan oleh pihak swasta atau lembaga non perbankan.

Rupiah digital juga tidak akan menghilangkan keberadaan uang tunai dan uang elektronik. Rupiah digital hanya akan menambah opsi transaksi selain dengan uang tunai dan uang elektronik.

Rupiah digital atau CBDC dengan cryptocurrency sedikit mirip dan beroperasi menggunakan digital ledger yang bisa dalam bentuk blockchain ataupun tidak. Mengutip Pintu Academy, CBDC diterbitkan dan diatur oleh otoritas moneter atau bank sentral dari suatu negara.

CBDC memungkinkan masyarakat umum untuk melakukan pembayaran digital, namun dengan lebih cepat dan aman, yang merupakan kelebihan dari teknologi kripto. Salah satu perbedaan CBDC dan mata uang kripto terletak pada tidak adanya anonimitas (anonymity) dalam penggunaan CBDC seperti pada mata uang kripto. Selain itu, seperti laiknya uang kertas yang dikeluarkan pemerintah, nilai CBDC tergantung pada kebijakan pemerintah yang mengeluarkannya, dan begitu pun dengan jumlah pasokannya.

Hal penting yang perlu diingat adalah CBDC bukanlah mata uang kripto. Mata uang digital ini sepenuhnya diatur oleh otoritas pusat atau pemerintah, berbeda dengan kripto yang terdesentralisasi. Kepemilikan dan otoritas dari sebuah aset kripto dapat sepenuhnya berada di tangan penggunanya, lain halnya dengan CBDC.

CBDC berperan sebagai versi digital dari uang fiat (mata uang yang didukung pemerintah suatu negara) seperti rupiah atau dolar AS. Sehingga, informasi pribadi seperti nama asli berikut transaksinya akan dilampirkan ke aset CBDC yang dimiliki, dan dapat dilihat oleh pengirim, penerima, dan bank. Sementara itu, detail transaksi untuk aset kripto tersedia untuk publik, namun tanpa memperlihatkan data pribadi seperti nama asli dari pengguna.

Saat ini ada sekitar 100 negara yang sedang mengeksplorasi CBDC. Menurut data dari International Monetary Fund (IMF) adopsi aset kripto lebih besar di negara-negara dengan penetrasi digital dan pengiriman uang yang lebih tinggi serta fundamental ekonomi makro yang lebih lemah, seperti inflasi yang tinggi.

Hal tersebut membuat institusi keuangan menyoroti pentingnya pelacakan aktivitas di pasar kripto dan meregulasinya dengan tepat. Sehingga kemudian, opsi untuk membuat mata uang digital yang terpusat dijajaki oleh beberapa negara.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button