Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat, Sartono menyatakan penurunan target lifting migas 2025, disebabkan karena faktor internal dan eksternal.
“Tentunya perlu kita pahami bahwa produksi yang digenjot, ternyata belum bisa maksimal. Ada beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Beberapa sumur migas yang dikelola KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) ,ada yang sudah berumur 25-50 tahun,” ucap Sartono kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Kamis (20/6/2024).
Sehingga, lanjut dia, produksi tidak dapat lagi optimal. Kemudian alat yang digunakan, serta kualitas alat yang dipakai seharusnya mampu menghasilkan minyak secara maksimal, ditambah lagi geopolitik global yang memberikan efek tersebut.
Dirinya menilai dengan penurunan lifting migas ini, maka pemerintah perlu mempercepat pengembangan energi alternatif dan terbarukan, sebagai langkah jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada migas. “Ini sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi emisi karbon dan menghadapi perubahan iklim,” ujarnya.
Tak hanya itu, dirinya pun mendorong pemerintah agar KKKS diberi ruang fleksibilitas, untuk memilih sistem hasil produksi dan penggunaan teknologi, dan mengupayakan agar pemerintah dapat menambah kegiatan eksplorasi migas, atas cadangan migas yang sudah terbukti untuk mengkalkulasi berapa potensi migasnya.
“Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah proaktif. Misalnya, meningkatkan investasi dalam sektor migas untuk eksplorasi dan produksi baru, serta memperbaiki infrastruktur energi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan energi,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengusulkan penurunan produksi minyak dan gas bumi (migas) pada 2025 menjadi 1,583-1,648 juta barel setara minyak per hari (barrels oil equivalents per day/boepd).
Arifin menjelaskan, target lifting migas yang tersemat dalam RAPBN 2025 itu, terbagi menjadi lifting minyak 580.000-601.000 barel per hari (barrels oil per day/bopd) dan lifting gas bumi sebesar 1,003-1,047 juta boepd. Turun dibandingkan target 2024 sebesar 1,668 juta boepd.
“Produksi minyak beberapa tahun terakhir terus menurun alamiah maupun unplanned shutdown di beberapa lapangan sehingga lost of production,” kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Adapun, realisasi lifting migas sampai Mei 2024, baru mencapai 1,501 juta boepd. Sampai dengan akhir tahun, realisasi lifting migas diperkirakan hanya mampu mencapai 1,588 juta boepd.
Bila diperinci, realisasi lifting minyak per Mei 2024 mencapai 561.900 bopd. Kementerian ESDM memperkiraan lifting minyak sampai akhir 2024 hanya 595.000 bopd atau lebih rendah dari target dalam APBN 2024 yang dipatok 635.000 bopd dan realisasi pada 2023 yang tercatat 605.500 bopd.
Kemudian, untuk realisasi lifting gas bumi dalam APBN 2024 ditargetkan 1,033 juta boepd. Namun, sampai Mei 2024, realisasinya sudah mencapai 939.800 boepd.
Kementerian ESDM, memperikirakan lifting gas sampai akhir tahun ini, hanya mencapai sebesar 993.800 boepd. Meski diperkirakan gagal target di tahun ini, proyeksi lifting gas lebih tinggi dibandingkan realisasi 2023 yang mencapai 960.000 boepd.