Tarif Cukai Hasil Tembakau Segera Naik, Berapa Jumlah Perokok di Indonesia?

Mulai 1 Januari 2024, pemerintah bakal menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen. Berapa jumlah perokok di Indonesia?

Kenaikan CHT ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 191/PMK.010/2022 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 192/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok dan atau Klobot dan Tembakau Iris.

Adapun dalam APBN 2024, pemerintah menaikkan target penerimaan cukai menjadi Rp246,1 triliun. Salah satunya ditopang dari kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2024 juga sudah ditentukan sebesar rata-rata 10 persen, yang besaran yang sama dengan tahun ini.

“Batasan harga jual eceran per batang atau gram dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B peraturan menteri ini, mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2024,” demikian mengutip PMK tersebut.

Kebijakan tarif CHT 2024 ini dengan mempertimbangkan aspek pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, target penerimaan dan pemberantasan rokok ilegal.

 

Terbanyak Ketiga

Dengan mengacu pada laporan resmi World of Statistics per 20 Agustus 2023 yang menyebut Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengisap rokok terbanyak di dunia. Dalam laporan tersebut, jumlah perokok di Indonesia mencapai 70,5 persen dari total penduduk.

Sementara Kementerian Kesehatan mengungkapkan jumlah perokok aktif di Indonesia menjadi yang terbanyak ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan India. Bahkan persentase perokok aktif di Indonesia terus meningkat, khususnya di kalangan remaja.

“Jumlah perokok di dunia saat ini mencapat 70,2 juta orang atau sekitar 34,5 persen dari populasi total dunia. Kita berada di urutan ketiga, mungkin karena kita juga negara penghasil tembakau,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono, Kamis (15/6/2023) kala itu.

Wamenkes menegaskan, angka perokok aktif ini dapat meningkatkan jumlah kasus penyakit tidak menular di Indonesia dan berujung pada biaya besar yang membebani pengobatannya. BPJS Kesehatan telah mencatat bahwa pengeluaran terbesar digelontorkan untuk penyakit jantung, strok, dan kanker yang diakibatkan oleh rokok.

Meskipun mengisap rokok sudah terbukti memberi dampak buruk bagi kesehatan, tetapi memberi kontribusi bagi penerimaan negara, melalui penerimaan cukai hasil tembakau atau CHT. Pada tahun 2023 ini, tarif CHT mengalami kenaikan 10 persen ternyata berdampak pada turunnya penerimaan cukai dalam APBN 2023 per 12 Desember ini.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan realisasi APBN KiTa bulan November 2023, mengungkapkan penerimaan bea dan cukai turun signifikan hingga 11,7% sampai 12 Desember 2023.

Penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 256,5 triliun atau 84,6% dari target APBN 2023 sebesar Rp 303,2 triliun. “Dari revisi target Rp300,1 triliun masih 85,5 persen. Penerimaan kepabeanan dan cukai memang alami kontraksi 11,7 persen,” kata Sri Mulyani, Jumat (15/12/2023) pekan lalu.

Rokok merupakan produk hasil tembakau. Untuk jenisnya terbagi dalam SKM atau sigaret kretek mesin. Jenis kedua adalah sigaret Putih mesin (SPM), ketiga jenis sigaret kretek tangan atau SKT.

Sedangkan jenis keempat sigaret kretek tangan filter atau SKTF. Untuk jenis kelima, sigaret kelembak kemenyan atau KLM. Jadi kenaikan Cukai Hasil Tembakau mempengaruhi kenaikan harga masing-masing jenis rokok tersebut.

Adapun kenaikan untuk masing-masing jenis sebagai berikut:

 

1. Sigaret Kretek Mesin (SKM)
a. Golongan I: harga jual eceran paling rendah Rp 2.260/batang, naik dibandingkan tahun ini Rp 2.055/batang

b. Golongan II: harga jual eceran paling rendah Rp 1.380/batang, naik dibandingkan tahun ini Rp Rp 1.255/batang

 

2. Sigaret Putih Mesin (SPM)

a. Golongan I: harga jual eceran paling rendah Rp 2.381/batang, naik dibandingkan tahun ini Rp 2.165/batang

b. Golongan II: harga jual eceran paling rendah Rp 1.465/batang, naik dibandingkan tahun ini Rp 1.295/batang

 

3. Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT)
a. Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp 1.375/batang – Rp 1.980/batang, naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 1.250/batang – Rp 1.800/batang

b. Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp 792, naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 720

c. Golongan III harga jual eceran paling rendah Rp 665, naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 605

 

4. Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF)
Harga jual eceran paling rendah Rp 2.260/batang, naik dibandingkan tahun ini, sebesar Rp 2.055/batang

5. Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)
a. Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp 946, naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 860/batang

b. Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp 200, tidak berubah dari tahun ini Rp 200/batang

Untuk jenis cerutu, tembakau iris, dan kelobot, tercatat tidak berubah pada tahun ini. Harga jual paling rendah TIS sebesar Rp 55-Rp 180/batang dan Rokok Daun atau Klobot (KLB) sebesar Rp 290/batang. Kemudian, harga jual cerutu paling rendah Rp 495/batang sampai Rp 5.500/batang.

 

 

Sumber: Inilah.com