Bank Indonesia (BI) mencatat, utang luar negeri (ULN) yang harus ditanggung pemerintah per Juli 2024, naik 4,1 persen secara tahunan, atau year on year (yoy). Angkanya mencapai US$414,3 miliar.
Jika menggunakan asumsi nilai tukar (kurs) dalam APBN 2026 sebesar Rp16.000/US$, ULN Juli 2024 setara dengan Rp6.628,8 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan, ULN itu berasal dari sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral. “Posisi ULN pada Juli 2024 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah,” kata Erwin, Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Ia merincikan, posisi ULN pemerintah pada Juli 2024, mencapai US$194,3 miliar (Rp3.108,8 triliun), atau tumbuh 0,6 persen (yoy), setelah mencatatkan kontraksi pertumbuhan 0,8 persen (yoy) pada Juni 2024.
Erwin menjelaskan, menggunungnya ULN pemerintah dipengaruhi penarikan utang luar negeri dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
“Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas guna melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
BI menegaskan ULN pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9 persen) ; Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9 persen).
Selanjutnya, Jasa Pendidikan (16,8 persen); Konstruksi (13,6 persen); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,4 persen). “Posisi ULN pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen dari total ULN pemerintah,” ujar Erwin.
Sementara untuk ULN swasta, BI mencatat ada kontraksi pertumbuhan. Pada Juli 2024, posisi ULN swasta tercatat US$195,2 miliar (Rp3,123,2 triliun), atau turun 0,1 persen (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan yang rendah pada Juni 2024.
“Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,04 persen (yoy),” ungkapnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,9 persen dari total ULN swasta.
BI mencatat ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3 persen terhadap total ULN swasta.
Bank sentral memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecrermin dari rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,2 persen.
Selain itu, ULN didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,9 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah bakal terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkasnya.