Teledor Sebabkan PSU Pilkada, KPU Pusat ataupun Daerah Harus Disanksi jika Perlu Dipecat


Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengingatkan para penyelenggara pemilu, khusus Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan sampai lolos dari sanksi. Sebab, ketelodaran dalam penyelenggaraan Pilkada kemarin telah menyebakan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 wilayah.

Haidar mengatakan, perlu ada evaluasi dari tingkat pusat hingga daerah guna memastikan ada tidaknya anggota KPU di daerah yang punya motivasi politik sehingga berujung pada PSU.

“Seharusnya mereka bertanggung jawab atas permasalahan ini. Jika ada, yang bersangkutan harus direkomendasikan untuk diberhentikan,” terang Hadar saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).

Hadar juga mengatakan aparat penegak hukum dapat turun tangan jika menemukan indikasi tindak pidana. Indikasi tersebut dapat berupa perilaku transaksional guna meloloskan calon atau pasangan calon yang sebetulnya tidak memnuhi syarat.

Dia juga mendorong agar ada yang segera melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Karena diduga melanggar kode etik. Pihak DPR perlu dapat juga merekomendasikan proses pemberhentian ke DKPP,” ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Indrajaya menyatakan, keteledoran KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara juga pengawas, adalah akar persoalan dari putusan MK untuk gelar PSU di sejumlah wilayah. DKPP didesak untuk bertindak.

“Ini murni karena keteledoran KPU dan Bawaslu. DKPP harus memproses, menjadikan informasi ini sebagai laporan, dan menyidangkannya,” kata Indrajaya dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Indrajaya menegaskan pemeriksaan administrasi pencalonan harusnya selesai saat pendaftaran KPU. Berdasarkan asas-asas kode etik penyelenggara pemilu, disengaja atau tidak disengaja, menurut dia, KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab.

Dia mencontohkan putusan MK untuk PSU di Kabupaten Boven Digoel tanpa mengikutsertakan Calon Bupati Petrus Ricolombus Omba yang didiskualifikasi meski telah dinyatakan menang oleh KPU Boven Digoel.

Menurutnya, aneh jika KPU tak bisa mencari tahu soal status calon kepala daerah adalah mantan terpidana di Pengadilan Militer. Dia menduga ada kesengajaan untuk menutup-nutupi fakta tersebut.

“Ini jelas keteledoran KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten, kota dan provinsi itu, maka kami berharap penyelenggara di atasnya dapat melapor ke DKPP. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang, hanya keledai yang berulang jatuh ke lubang yang sama,” ujar dia.