MarketNews

Tempat Jet Parkir Milik Konglomerat dan Pejabat Itu Akan Ditutup

Bandara Halim Perdanakusuma (HLP) yang sebagian menjadi tempat parkir jet pribadi pejabat dan konglomerat, bakal dipugar alias revitalisasi. Kalau jadi, Bandara Halim harus ditutup.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengakui, kondisi runway Bandara HLP tinggal 40%. Alhasil, bandara yang digunakan beberapa maskapai penerbangan swasta ini, lalu lintas penerbangannya menjadi terganggu. “Ada inisiatif revitalisasi, karena keselamatan di sana sangat mengkhawatirkan. Terutama runway sangat bermasalah. Kondisinya 30-40 persen” jelas Menhub Budi.

Tak hanya runway, Menhub Budi menyebut Bandara HLP rawan banjir, khususnya daerah Pondok Gede dan sekitarnya. Namun, jadi tidaknya revitalisasi bergantung Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Kita ingin melakukan safety. Kita lakukan komunikasi dengan stakeholder, dan baru usulkan ke presiden. Seperti apa skenarionya nanti diputuskan presiden,” kata Menhub Budi.

Sementara, Jubir Kementerian Perhubungan Adita Irawati kepada Inilah.com, Rabu (17/11/2021) menerangkan bahwa pengelola Bandara Halim Perdanakusuma adalah PT Angkasa Pura II (Persero). “Ya, Angkasa Pura 2 sekarang. Kalau soal kepastian revitalisasi, kita tunggu saja pengumuan resminya,” ungkap Adita.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto mengatakan, Bandara HLP perlu direvitalisasi demi meningkatkan faktor keselamatan penerbangan. Lantaran, bandara ini punya fungsi yang vital. Namun, terjadi penurunan atas kualitas elemen bandara, terutama runway-nya.

Pembahasan intensif dilakukan dengan melibatkan Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, Kementerian Keuangan, Angkasa Pura II, serta pemangku kepentingan terkait lainnya. “Kami sedang menyiapkan desain sisi udara seperti rekonstruksi runway dan perbaikan sistem drainase. Hal-hal tengah kami bahas dengan berbagai pihak,” kata Novie.

Kalau jadi revitalisasi Bandara HLP, kata Novie, perlu waktu setahun. Jadi, perlu juga disiapkan berbagai skenario terkait revitalisasi.

Sekedar mengingatkan, Bandara HLP sempat menjadi rebutan. Sejak 1985, Bandara Halim melayani penerbangan bersama untuk militer dan sipil, statusnya enclave sipil. Artinya, bandara milik militer digunakan untuk melayani penerbangan sipil.

Pada tahun yang sama, terjadi pengalihan pengelolaan Bandara Halim dari PT Angkasa Pura (Persero) kepada PT Angkasa Pura II (Persero). Tujuh tahun kemudian, Angkasa Pura II mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) berbentuk runway, gedung, apron, taxiway, dan peralatan perhubungan. Semuanya menjadi aset Angkasa Pura

Selanjutnya pada 1997, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, menandatangani kesepakatan. Isinya izin penggunaan penuh Bandara Halim, untuk melayani penerbangan sipil.

Kerja sama ini berakhir pada 2003. Selanjutnya pengelolaan bandara dikembalikan sepenuhnya kepada TNI AU. Namun karena UU penerbangan sipil masih mengamanatkan PT Angkasa Pura dan Air NAV sebagai pihak yang menangani pengurusan dan pengaturan lalu lintas udara, maka keberadaan PAP masih tetap ada di bandara Halim beserta aset-asetnya seperti gedung dan fasilitas lainnya.

Pada 2005, Tiba-tiba, PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS), anak usaha Lion Group, mengklaim telah mengantongi izin kerja sama dengan Induk Koperasi Angkatan udara (Inkopau) TNI AU selaku pemilik lahan sejak 2005.

Kala itu, ATS menawarkan proposal renovasi dan pembangunan terminal dan perparkiran di areal terminal selatan, seluas 21 hektar. Alasan anggaran, TNI AU terpaksa menggandeng swasta.
Celakanya, lahan yang dikerjasamakan Inkopau dengan ATS itu, termasuk aset Angkasa Pura II, berupa runway, taxiway, gedung, apron, dan alat perhubungan.

Waktu terus berjalan, ATS menggugat Inkopau karena wanprestasi. ATS merasa banyak kesepakatan yang dilanggar Inkopau, khususnya mengenai pengelolaan Bandara Halim tidak kunjung diberikan. Dalam gugatan ini, ATS menyeret juga Angkasa Pura II. Setelah melalui proses hukum yang panjang, MA akhirnya mengeluarkan putusan yang memenangkan Lion Air.

Namun, bukan berarti masalah selesai dan Lion menjadi pengelola Bandara Halim. Kementerian Perhubungan memerintahkan Lion menggandeng Angkasa Pura II. Dan kini Lion Grup yang mental.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button