Terancam Dipanggil Paksa KPK, Walkot Semarang dan Suami Janji Kooperatif


Kuasa hukum Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri, memastikan bahwa klien mereka akan kooperatif dalam memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pernyataan ini menanggapi kemungkinan penangkapan yang dapat dilakukan oleh KPK setelah keduanya mangkir dari panggilan sebanyak tiga kali dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.

“Saya kira kita ini kan kooperatif,” ujar kuasa hukum Erna Ratnaningsih kepada awak media usai sidang praperadilan Alwin Basri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (3/2/2025).

Namun, menurut Erna, Alwin Basri ingin terlebih dahulu fokus pada sidang praperadilan hingga putusan, sementara Mbak Ita masih menjalankan tugas pemerintahan daerah hingga serah terima jabatan Wali Kota Semarang yang baru. Setelah itu, keduanya akan memenuhi panggilan KPK.

“Jadi sebaiknya ya itu diselesaikan terlebih dahulu. Baik misalnya Pak Alwin kaitannya dengan praperadilan ditunggu sebentar. Kemudian juga Bu Ita, ini kan kalau enggak ada masalah, seperti wali kota Semarang yang sekarang juga kan sudah mau serah terima dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Agus Nurudi menyatakan bahwa pihaknya belum menerima surat panggilan keempat dari tim penyidik KPK.

“Yang jelas sampai sekarang (penyidik KPK) belum melakukan pemanggilan lagi. Kita selalu, kalau ada panggilan, meminta supaya ditunda sampai adanya putusan praperadilan,” ucap Agus.

Sebelumnya, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri, yang merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, kembali mangkir dari pemanggilan KPK untuk ketiga kalinya pada Rabu (22/1/2025).

“Ya, sampai dengan saat ini yang bersangkutan tidak terpantau hadir di Gedung KPK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2025).

Tessa menjelaskan bahwa tim penyidik masih mencari tahu alasan ketidakhadiran Ita dan Alwin dalam pemanggilan tersebut.

“Penyidik dalam hal ini akan melakukan konfirmasi ketidakhadiran yang bersangkutan, baik itu langsung maupun melalui pihak-pihak yang memang selama ini sudah berkoordinasi dalam hal ini melalui admin penyidikan,” ujarnya.

Tessa menegaskan bahwa tim penyidik akan bertindak sesuai prosedur hukum yang berlaku, meski belum dapat memastikan kapan tindakan penangkapan  akan dilakukan.

“Kita tunggu saja karena saya juga tidak bisa memastikan apakah ada proses penjemputan paksa, proses penangkapan, atau proses-proses penyidikan lainnya. Tetapi yang jelas, dalam hal ini penyidik akan melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan kerangka aturan hukum yang berlaku,” tuturnya.

Sebagai informasi, Ita dan Alwin mangkir dari panggilan KPK pada Rabu (22/1/2025), serta pada Selasa (10/12/2024) dan Jumat (17/1/2025). Tessa menegaskan bahwa penyidik dapat melakukan penangkapan jika tersangka mangkir lebih dari dua kali, sesuai ketentuan KUHAP.

“Bila statusnya tersangka, maka dapat dikeluarkan surat perintah penangkapan,” kata Tessa kepada awak media, Jumat (17/1/2025).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Mbak Ita, Alwin Basri, Direktur PT Chimarder 777 Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P. Rachmat Utama Djangkar. Martono dan Rachmat telah ditahan oleh KPK pada Jumat (17/1/2025). Berdasarkan konstruksi perkara, Martono diduga menerima gratifikasi bersama Ita dan Alwin terkait berbagai proyek di Pemkot Semarang, sedangkan Rachmat diduga memberikan suap untuk proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi di Dinas Pendidikan Kota Semarang.

Pada pemeriksaan sebelumnya, Ita menyatakan bahwa ketidakhadirannya disebabkan oleh agenda yang tidak dapat ditinggalkan, sementara Alwin sedang mempersiapkan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

KPK saat ini sedang menyidik tiga kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang, yaitu dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada tahun 2023-2024.

Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah 66 lokasi di Provinsi Jawa Tengah sejak 17 hingga 25 Juli 2024. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai senilai Rp1 miliar, 9.650 euro, puluhan jam tangan mewah, serta berbagai dokumen terkait APBD 2023-2024, dokumen pengadaan dinas, dan catatan tangan.