News

Terapkan Restorative Justice dalam Kasus Korupsi, Johanis Tanak Contoh Kasus Mike Tyson

Rabu, 28 Sep 2022 – 19:51 WIB

836a65ba F9ff 4c13 B478 B5d3ba960d59 - inilah.com

Johanis Tanak terpilih menjadi pimpinan KPK menggantikan Lili Pintauli Siregar. (Foto: Inilah.com/Didik Setiawan)

Pimpinan KPK yang baru, Johanis Tanak, ingin menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan perkara korupsi. Pensiunan jaksa meyakini keadilan restorasi merupakan salah satu instrumen dalam menerapkan efek jera dalam perkara korupsi. Untuk menguatkan argumennya, dia menyontohkan kasus petinju Mike Tyson di Amerika Serikat (AS) yang dikenakan denda lantaran terjerat kasus hukum hingga kapok untuk mengulanginya.

“Kenal namanya Mike Tyson kan? Mike Tyson itu nakal kan? Pernah dihukum kan? Belum habis masa hukumannya dia bayar, dia keluar, sekarang dia melakukan lagi? Dia enggak mau melakukan lagi, karena dia bilang, ‘Saya keluar saya cari duit, kemudian saya ditahan, saya bayar lagi, keluar lagi, untuk apa saya cari duit?’ Jadi itu membuat dia jera,” terang Johanis, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

Menurutnya penerapan keadilan restoratif dalam perkara korupsi perlu diwacanakan karena negara mengeluarkan biaya operasional yang tidak kecil dalam penindakan kasus-kasus korupsi. Dana tersebut bisa dialihkan untuk pembangunan. Penerapan keadilan restoratif dalam perkara korupsi nantinya tak perlu menunggu keputusan pengadilan.

“Saya mencoba berpikir untuk restorative justice terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Tapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu dapat diterima? Saya juga belum tahu,” kata dia.

Salah satu metode keadilan restoratif yang dimaksud Tanak yakni, pelaku korupsi mengembalikan uang negara yang dikemplangnya. Hal ini dianggap lebih efektif dibanding jor-joran melakukan penangkapan yang operasionalnya tidak murah.

“Tapi kalau uang negara sudah keluar, tambah lagi proses, berapa banyak lagi uang negara keluar? Nah Ini yang harus dipikirkan oleh negara sehingga dana negara untuk pembangunan demi keadilan masyarakat bangsa dan negara itu tercapai,” sambung mantan Kajati Sulteng.

Penerapan keadilan restoratif sudah dipraktikan dalam sistem hukum kita. Umumnya dalam perkara pidana umum yang tak layak untuk dilanjutkan seperti, seorang nenek harus mencuri buah lantaran lapar. Kejaksaan bisa mengambil alih perkara dengan menghentikan penuntutan maupun penyidik menerbitkan SP3.

“Jadi kalau misalnya dia sadar dan mengembalikan lebih dari itu, kenapa? Rugi enggak negara? Engga kan? Korupsi itu kan karena kerugian negara, kita jangan sampai negara rugi, sehingga masyarakat kita seperti Hambalang itu loh, kita bisa olah raga di sana. Dunia, negara-negara internasional bisa kenal Indonesia dengan Hambalangnya, tetapi ternyata sekarang enggak bisa juga. Nah ini bagaimana harus kita cegah,” terangnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button