Hangout

Ternyata Inilah 4 Penyebab Cuaca Panas di Indonesia yang Makin Menyengat

Menjadi salah satu negara tropis, Indonesia mengalami dua musim yakni musim hujan dan kemarau. Ketika musim kemarau atau panas tiba, suhu udara akan lebih panas dari biasanya. Bahkan, beberapa minggu terakhir ini, Indonesia sempat mengalami suhu panas yang luar biasa.

Mengutip dari akun Instagram Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tercatat tanggal 25 Mei suhu maksimal mencapai 35,4 derajat Celcius di stasiun-stasiun BMKG yang ada seluruh Indonesia.

BMKG mencatat beberapa kenaikan suhu seperti Aceh mencapai 35,4 derajat Celcius, Jayapura mencapai 34,6 derajat Celcius, Sulawesi Utara mencapai 34 derajat Celcius, dan Deli Serdang, Sumatera Utara  mencapai 33 derajat Celcius

Bahkan pada bulan April sebelumnya, BMKG mencatat suhu tertinggi mencapai hingga 37,2 derajat celcius di Tangerang Selatan. Sebelumnya, suhu panas di Indonesia membuat panik masyarakat karena dikaitkan dengan kejadian gelombang panas yang terjadi di India.

Suhu panas ini dirasakan oleh banyak orang setelah libur lebaran hingga hari-hari setelahnya. BMKG mencatat pada saat periode itu berlangsung setidaknya ada dua hingga delapan stasiun cuaca BMKG yang melaporkan suhu udara mencapai maksimum lebih dari 35 derajat celcius.

Saat itu sempat dilaporkan stasiun Meteorologi Banyuwangi, Jawa Timur mencapai suhu maksimum 37,2 derajat celcius. Lantas, apa penyebab cuaca panas yang terjadi di Indonesia? Berikut penjelasan dari BMKG.

1. Gerak Semu Matahari

Gerak Semu Matahari Menjadi Salah Satu Penyebab Cuaca Panas
Foto: Gettyimages

Tak seperti India yang dilanda gelombang panas atau heatwave, suhu panas di Indonesia tidak memenuhi syarat masuknya kejadian esktrem meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO).

Suatu daerah yang bisa dikatakan termasuk dalam gelombang panas adalah daerah yang mengalami kenaikan suhu lima derajat lebih tinggi daripada suhu biasanya dan maksimum berlangsung dalam lima hari.

Gelombang panas ini umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas dan diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas. Lebih lanjut, BMKG menjelaskan jika kenaikan suhu udara pada bulan Mei ini merupakan hal yang wajar.

Dalam analisis klimatologi, pada bulan April/Mei dan September sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum.

Hal ini bisa dipengaruhi oleh posisi gerak semu matahari dan juga didominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau.

Lalu bagaimana dengan suhu maksimum hingga mencapai sekitar 36 derajat celcius? Sebenarnya ini bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia. Pada tahun 2012 lalu, tercatat suhu udara di Larantuka (NTT) mencapai 40 derajat celcius.

2. Kelembapan yang Kurang

Gettyimages 136630365 612x612 - inilah.com
Foto: Gettyimages

Sebagian besar wilayah Indonesia kini tengah memasuki musim kemarau yang didominasi cuaca cerah menyengat, kurangnya tutupan awa, dan dengan angin muson Australia yang umumnya bersifat kering dengan kelembapan udara yang kurang.

Pada kondisi ini, intensitas radiasi matahari dapat lebih optimal diterima di permukaan bumi sehingga meningkatkan panas udara permukaan.

3. Memasuki Zona Musim Kemarau

Happy Asian Woman With Sunhat Enjoy Travel On The Beach In Summer - inilah.com
Foto: Gettyimages

Pada awal Mei 2023 dini berdasarkan jumlah ZOM (Zona Musim) sebanyak sembilan persen wilayah Indonesia memasuki musim kemarau. Wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi Aceh bagian Timur, Sumatera Utara bagian Timur, Riau bagian Selatan, Lampung, dan Pantai Utara Jawa Barat.

Kemudian sebagian kecil Nusa Tenggara, Gorontalo bagian Selatan, Sulawesi Tengah bagian Timur, Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tenggara bagian Selatan, dan sebagian Kepulauan Maluku, dan sebagian Maluku Utara.

4. Keterkaitan Gelombang Panas dan Radiasi Ultraviolet

Gelombang Panas Penyebab Cuaca Panas
Foto: Gettyimages

Kondisi suhu udara yang panas juga dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Besar kecilnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi ini, memiliki indikator nilai indeks UV.

Untuk mengetahui kategori low hingga extreme, indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori, 0-2 (low), 3-5 (modarate), 6-7 (high), 8-10 (very high), dan 11 ke atas (extreme). Indeks extreme ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari antara pukul 12.00-15.00 waktu setempat dan bergerak turun kembali ke kategori low pada sore hari.

Pola indeks ini tergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, serta tutupan awan. Sebenarnya, tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah.

Kemudian, untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian tersebut dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena gelombang panas. Selain itu, berkurangnya tutup awan dan kelembapan udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV.

Pada lokasi yang memiliki kondisi umum cuacanya cerah berawan  di pagi hingga siang hari, dapat berpotensi menyebabkan indeks UV pada kategori very high dan extreme di siang hari.

Namun, BMKG mengatakan jika tidak perlu panik dalam menyikapi UV harian tersebut, dan mengikuti imbauan yang dapat dilakukan sesuai dengan kategori index UV masing-masing. Salah satunya dengan menggunakan perangkat pelindung atau sunscreen jika beraktivitas di luar ruangan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button