News

Dituntut 15 Tahun Penjara, Galumbang Sebut Jaksa Terlalu Ambisius

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak Simanjuntak pidana penjara selama 15 tahun. Jaksa juga meminta Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun penjara.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Galumbang, Handika Honggowongso, mengaku dilematis.

“Menyikapi tuntutan JPU hari ini, pikiran kami ini terbelah. Di satu sisi sedih, karena Galumbang berat sekali tuntutannya. Namun di sisi lain, kami bersyukur karena JPU memberikan reward kepada Irwan sebagai Justice Collaborator,” kata Handika, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/10).

Handika diketahui juga merupakan pengacara dari terdakwa kasus korupsi BTS lain yakni, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan. Pada perkara ini, meski dituntut pidana penjara selama enam tahun, namun jaksa meminta hakim agar menetapkan Irwan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator.

Khusus untuk Galumbang, Handika menyatakan bahwa sejatinya proyek BTS yang saat ini menjerat kliennya tidak mangkrak, tetapi hanya terlambat pengerjaannya. Ia mengatakan, proyek BTS tersebut juga sudah mulai berjalan kembali dan sudah melayani masyarakat di wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T).

Menurut Handika, selama sidang proyek BTS itu digelar, tidak ada satu pun bukti Galumbang terlibat dalam perencanaan, lelang hingga pelaksanaan proyek BTS.

“Kemudian, perhitungan kerugian BPKP sebesar Rp8 triliun itu juga sudah terbantahkan secara sempurna di persidangan,” katanya.

Selain itu, penyitaan aset milik Galumbang oleh pihak Kejaksaan juga dianggap sebagai hal yang ilegal. Sebab menurut Handika, semua aset milik terdakwa Galumbang yang disita oleh Kejaksaan bukan dari proyek BTS.

Berkaca dari hal tersebut, Handika merasa tuntutan JPU kepada Galumbang sangat ambisius.

“Aset Galumbang itu terbukti bukan berasal dari dana proyek BTS, jadi ini adalah hal yang ilegal dan melanggar prinsip hak properti right warga negara. Ada apa dengan JPU yang ambisius ini,” kata Handika.

Pada kasus ini, Galumbang didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil dugaan korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5. Galumbang melakukan pencucian uang bersama-sama dengan Dirut BAKTI Anang Achmad Latif, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.

Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun). Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Galumbang didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Galumbang juga diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Johnny Plate, Anang Achmad Latif, Irwan Hermawan, Windi Purnama. Kemudian Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto;Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali; danDirektur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan. Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button