News

Tersangka Mafia Minyak Goreng Bisa Dipidana Mati

Tersangka mafia minyak goreng bisa dipidana maksimal hukuman mati. Pakar Hukum Universitas Airlangga Surabaya, I Wayan Titib Sulaksana, mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani perkara itu untuk tidak ragu menerapkan tuntutan maksimal pada persidangan nanti.

Wayan menyebutkan, secara yuridis jaksa memiliki payung hukum menerapkan pidana maksimal. Alasannya para tersangka melakukan kejahatan pada kondisi rakyat mengalami kelangkaan minyak goreng yang sejatinya bisa diatasi.

“Saya sepakat dengan ancaman tersebut karena sebanding dengan penderitaan rakyat Indonesia yang antre membeli minyak goreng bersubsidi, bahkan sampai ada yang meninggal dunia karena kelelahan,” ucap Wayan, Kamis (21/4/2022).

Menurut Wayan, pejabat yang korupsi ketika keadaan rakyat sedang susah dapat dikategorikan sebagai pengkhianat negara dan hukuman paling tepat adalah hukuman mati. Pada sisi lain, terdapat alasan yuridis Pasal 2 UU Tipikor yang membuka ruang penerapan pidana mati jika kejahatan korupsi dilakukan pada kondisi tertentu.

“Ini jelas melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” ujarnya.

Para tersangka mafia minyak goreng yang telah ditetapkan Kejagung yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, bersama tiga pihak swasta yaitu Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Picare Togar Sitanggang.

Mereka ditersangkakan Kejagung karena diduga memainkan ekspor CPO yang seharusnya digelontorkan untuk kebutuhan dalam negeri namun dipaksakan ekspor. “Sudah saatnya hukuman tersebut dilaksanakan. Tetapi eksekusinya harus segera dilaksanakan, setelah putusan pengadilan Tipikor mempunyai kekuatan hukum tetap,” tuturnya.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana hanya menjawab normatif ketika disinggung mengenai kemungkinan penerapan pidana maksimal terhadap para tersangka. Sumedana menyebutkan keputusan jaksa dalam pembuktian dan penuntutan di persidangan nantinya berdasarkan fakta, bukan desakan yang emosional.

“Kita bekerja berdasarkan bukti-bukti yang ada,” kata dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button