Terus Melemah, Analis Khawatir Rupiah Bisa Tembus Rp20.000 per Dolar AS


Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus tertekan akibat kondisi ekonomi dalam negeri yang masih belum kondusif.

Hal itu terlihat pada akhir pekan kemarin rupiah spot melemah 0,1 persen ke Rp16.502 per dolar Amerika Serikat (AS). Lalu di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) juga melemah 0,12 persen ke Rp16.501 per dolar AS.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong mengatakan, rupiah bisa melemah mencapai Rp20.000 per dolar AS melihat keadaan ekonomi Indonesia saat ini.

“Bila berkaca dengan sentimen yang ada saat ini bisa saja, secara fundamental ekonomi mungkin Rp17.000 hingga Rp18.000 ribu,” ujar Lukman kepada inilah.com, Jakarta, Minggu (23/3/2025).

Meskipun begitu, Lukman mengatakan Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ditengah tekanan dolar yang tetap menguat. Apalagi, dengan Peraturan pemerintah tentang devisa hasil ekspor (DHE) yang baru menjadi penguat cadangan devisa tetap stabil.

“Realitas BI akan terus intervensi dan menjaga rupiah di level Rp16.000. Revisi PP DHE yang terakhir akan sangat mendukung cadangan devisa yang digunakan untuk intervensi,” tutur dia.

Sebelumnya, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah berani untuk memulihkan perekonomian nasional. Hal ini dilakukan agar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS tidak ambrol.

“Segera rilis paket kebijakan untuk pemulihan industri padat karya, lanjutkan bantuan diskon listrik sampai akhir tahun, dan tunda kebijakan yang menimbulkan distorsi ke pasar. Misalnya Danantara biayai gasifikasi batubara itu membuat takut investor yang mau kerja sama dengan BUMN, karena risiko gasifikasi batubara tinggi sekali dan secara keekonomian tidak layak,” kata Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Bhima mengatakan, pelemahan kurs rupiah hingga ke level 16.520/US$ pada Rabu (19/3/2025), merupakan respons pasar terkait rencana pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan UU TNI.

“Pelemahan kurs lebih terkait pengesahan revisi UU TNI, karena menimbulkan kekhawatiran masa depan daya saing indonesia dan kapasitas fiskal Indonesia menurun,” ucap Bhima.

Faktor lainnya, lanjut dia, berkaitan dengan pelemahan daya beli yang terkonfirmasi oleh data impor barang konsumsi yang turun saat Ramadan hingga menjelang Lebaran. “(Kemudian menurunnya) penjualan kendaraan bermotor, jumlah simpanan perorangan turun, hingga PHK massal di sektor padat karya” tuturnya.

Situasi perekonomian Indonesia saat ini, menurut Bhima, benar-benar di ujung tanduk. Bahkan ada yang menyebut kondisinya nyaris sama dengan era krisis 1998. Utang pemerintah mendekati Rp9.000 triliun, kurs rupiah di atas Rp16.000/US$ dan maraknya korupsi.