Ternyata, sulitnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) naik kelas karena masalah internal juga. Mereka sulit untuk memasarkan barangnya ke luar negeri.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM), Teten Masduki mengatakan, banyak produk UMKM sulit ekspor karena birokrasi. Dengan kata lain, produk Indonesia sulit untuk ekspor.
Di sisi lain, kata Teten, produk impor begitu mudahnya masuk dan menguasai pasar dalam negeri. “Sehingga standardisasi dalam negeri itu bisa menjadi satu kebijakan melindungi UMKM kita supaya tidak diserbu oleh produk luar yang mudah masuk,” kata Teten, Jakarta, dikutip Sabtu (21/9/2024).
Teten menjelaskan, hal lain yang dibahas mengenai kebijakan memudahkan produk UMKM masuk ke luar negeri.
Dia mencontohkan kesulitan produk UMKM menjangkau pasar luar negeri. Misalnya, produk pisang mau dikirim ke luar, membutuhkan 21 sertifikat. Selain itu setiap enam bulan harus ada penyesuaian 3 sertifikat.
“Padahal mereka di Jepang, Eropa, enggak punya kebun pisang. Jadi, mereka sebenarnya tidak terganggu dengan produk kita. Tapi kenapa mereka begitu ketat,” tutur Teten.
Selain kebijakan yang masih menyulitkan UMKM, dia mencontohkan hal lain, seperti sarang burung walet yang mau dijual ke Cina langsung masuk daftar negatif atau terlarang.
“Padahal mereka impor bahan baku dari kita banyak. Nah, itu salah satu bentuk proteksi mereka terhadap pasar kita,” ucap dia.
Teten berujar, produk dari Cina leluasa masuk ke Indonesia. Baik itu dijual melalui platform digital. Sehingga dalam pertemuan dengan BPOM, kata dia, juga membahas persoalan pengawasan yang perlu dilakukan secara ketat. “Nah, kita perlu ada pengawasan lebih ketat,” ujar dia.
Kepala BPOM Taruna Ikrar, mengatakan memiliki komitmen besar menjadikan UMKM untuk pasar dalam negeri. Saat ni, potensi UMKM mencapai 1,7 juta, bahkan mempunyai potensi lapangan pekerjaan bisa mencapai 3,4 juta.
“Dari situ ada ratusan ribu potensi UMKM untuk kita berdayakan,” ucap dia.
Menurut Taruna, UMKM berupa pangan olahan sekitar 6 ribu. “Dari total ada yang menengah, besar itu sekitar 10 ribu. Jadi tentu masih sangat banyak potensi yang kita bisa berdayakan.
Adapun UMKM yang berhubungan dengan obat tradisional, suplemen, jamu-jamuan, termasuk kosmetik, kita yang terdaftar di BPOM ada 1.700 UMKM. Dia memastikan itu bisa meningkat menjadi puluhan ribu.
Dari situ, Taruna mengatakan BPOM perlu bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM supaya bisa memaksimalkan pemberdayaan UMKM yang dimulai dengan kemudahan pengurusan perizinan terdaftar di BPOM.
Alasannya jangkauan ke UMKM belum maksimal karena unit pelaksana teknis lembaga ini baru berdiri di 76 kota di seluruh Indonesia. “Sementara kota kita hampir 600,” tutur dia.