Mungkin tak banyak yang tahu, banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya masih bergelimang masalah. Krena terbatasnya kemampuan keuangan, sehingga tak mampu membeli hunian yang layak.
Tak sedang bercanda, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu menyebut, 120 juta warga dari sekitar 280 juta jiwa penduduk Indonesia, atau nyaris 50 persen penduduk Indonesia, belum memiliki rumah yang layak huni. Waduh.
Penjelasan Nixon begini. Dia membaginya menjadi dua kelompok. Pertama, sebanyak 10 juta keluarga belum memiliki rumah alias backlog. Kedua, sebanyak 24 juta keluarga sudah punya rumah tapi jauh dari layak.
Total jenderal 34 juta keluarga di Indonesia boleh dibilang belum punya rumah yang layak. “Jadi, persoalan, pekerjaan rumah-nya masih banyak. Kurang lebih 34 juta keluarga. Kalau satu keluarga kali 4 orang, berarti masih ada 120 juta orang hidup tanpa rumah atau tidak layak huni,” ungkap Nixon dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Dari angka ini, Nixon mengaku sangat paham mengapa sektor perumahan menjadi salah satu prioritas di benak Presiden Prabowo Subianto. Ia lantas merinci sejumlah dampak positif yang bisa didatangkan dari sektor ini.
Ia mencontohkan pembangunan rumah adalah industri padat modal yang juga padat karya. Nixon menyebut satu rumah bisa menyerap 5 tukang, meski dengan teknologi baru akan berkurang menjadi 3 tukang-4 tukang.
“(Kemudian) 90 persen materialnya itu local content. Jadi, tingkat komponen dalam negeri (TKDN)-nya tinggi, 90 persen-95 persen. Rumah menengah bawah, pasir, semen, bata, genteng, seng, kayu, sampai rangka baja ringan itu produksi Indonesia. Jadi, bisa dibilang ini benar-benar local content. Hanya rumah mewah yang impornya banyak,” bebernya.
Bos BTN itu juga menyinggung soal sumbangsih sektor perumahan terhadap penerimaan negara. Kendati rumah masuk dalam kebutuhan pokok alias papan, tapi setiap tahunnya dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Di lain sisi, ada multiplier effect lain yang tak kalah menarik. Ia menegaskan banyak negara mendorong perekonomian lewat jalan ini karena mempengaruhi 185 subsektor, mulai dari makelar tanah sampai ekosistem sekitar usai rumah selesai dibangun.
“Kami juga sedang mengembangkan, kita lagi piloting 800 rumah, yang kita sebut rumah rendah emisi. Bahan bakunya, memang ini tahap awal, 10 persen bahan baku rumah dari sampah plastik yang di-recycling,” ungkapnya.
“Dikombinasi dengan pasir dan sebagainya menjadi bata, genteng, batako. Yang menarik mereka lebih tahan banting karena ada perekat plastiknya mungkin. Sampah plastik paling banyak di Indonesia rupanya itu mi instan, kopi sachet, dan sebagainya. Gak bisa dipakai lagi, itu di-recycling jadi batako dan sebagainya,” tandas Nixon.