News

Tiga Tantangan Besar yang Diantisipasi UU Ciptaker

Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sam Ratulangi Manado Vecky A. J. Masinambow mengatakan pengesahan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU) merupakan upaya Indonesia agar tidak kehilangan momentum dalam menghadapi krisis global.

“Karena ekonomi kan tergantung momentum, kadang-kadang kalau terlambat ya momentum bisa hilang,” ujar Vecky dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Perppu Ciptaker menjadi UU dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum’ di Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Jumat (14/4/2023).

Tak hanya itu, ia menyebut UU Ciptaker Nomor 6 Tahun 2023 ini juga sebagai upaya penciptaan kerja melalui usaha, kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Meningkatkan ekosistem investasi, dan juga pengusaha dan investasi pemerintah pusat, dan percepatan proyek strategis nasional,” ungkapnya.

Ia mengakui bahwa perjuangan dalam menghadapi krisis global tidak mudah, terlebih lagi Indonesia ingin merebut posisi lima besar dalam kekuatan ekonomi dunia.

“Ini membutuhkan tingkat pertumbuhan misalnya rata-rata minimal 6 persen, padahal kita menyadari bahwa sebelum pandemi, pertumbuhan kita ini memang agak menurun. Kemudian yang terakhir ini kita bersyukur kita masih bertumbuh 5,3 persen di 2022 dibandingkan negara maju, negara berkembang,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Vecky membeberkan dari berbagai persoalan yang dihadapi saat krisis global ini, terdapat tiga tantangan besar yang coba diselesaikan melalui UU Ciptaker.

“Saya coba kaitkan dengan ekonomi Sulut dalam berbagai pengamatan kita masih harus berjuang ya, jadi sub ekonomi kita saja dianggap masih lemah untuk mencapai ke melewati middle income. Kita masih jauh kalau dibandingkan nasional, ini yang menjadi tantangan,” jelasnya.

Ia menyebutkan bahwa tantangan pertama, yakni meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. “Kan paling berat di 2020 dari misalnya katakanlah 5,23 persen, 2019 kemudian naik 7,07 persen, tapi di 2021 dia langsung turun walau belum sama posisi pada 2019 yaitu pada 6,26 persen,” imbuh dia.

“Kemudian Agustus 2022 dia sudah mendekati posisi sebelum covid 5,86 persen tapi yang menarik disini adalah sebagian perusahaan telah mengurangi pegawai,” tambah Vecky.

Belum lagi sudah beralihnya pola pekerjaan dari manual ke transformasi digital juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya pengangguran di Indonesia. “Tingkat pengangguran Sulut memang menjadi perhatian kita, karena persentasi lebih tinggi dari nasional. Kalau tingkat kemiskinan kita lebih rendah dari nasional, sehingga ini juga menjadi sangat tertarik untuk kita bahas mengenai UU Ciptaker ini,” ujarnya.

Tantangan kedua, yaitu in-efisiensi birokasi dan hiper-regulasi. Ia menyebut hal ini bisa menjadi masukan bagi implementasi UU Ciptaker, misalnya saja perlu adanya semacam regulasi yang menyangkut birokrasi pemerintahan.

“Misalnya mungkin 60 ribu sama OPD (Organisasi Perangkat Daerah)nya dengan penduduk yang di atas 500 ribu, saya kira ini bisa menjadi masukan implementasi dari UU Ciptaker ini,” tututrnya.

“Karena kalau misalnya pemerintah juga tidak efisien ini akan mempengaruhi daya saing, kalau di era sekarang kan juga dituntut untuk daya saing,” sambungnya.

Selanjutnya tantangan ketiga adalah terkait tingkat daya saing nasional yang cukup memprihatinkan. Indonesia saat ini meraih peringkat 73 dari 190 negara untuk tingkat melakukan bisnisnya. Sedangkan secara global, Indonesia meraih peringkat 51 dari 141 negara.

“Dari daya saing logistik, ini yang paling penting menyangkut perdagangan misalnya. Kita ini masih pada skor 3,15 dari skor tinggi itu 5. Jadi Indonesia masih di bawah Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapore dan saya pikir ini akan ada sedikit perubahan,” terangnya.

“Tapi kita juga melihat bahwa kita ada peluang, jadi menarik sekali inflasi kita di saat krisis global ini kita relatif rendah. Tapi pertumbuhan ekonomi kita, jadi kalau kita bandingkan kita ini hanya lebih rendah dari India tapi dari Tiongkok kita lebih tinggi di 2022,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button