Tolak Uji Materiil Eks Dirut Taspen, KPK: Sikap MK Sejalan dalam Pemberantasan Korupsi


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi (MK) yang menolak gugatan uji materiil mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taspen Antonius Nicholas Stephanus Kosasih.

Dalam gugatannya, Kosasih tidak terima ditetapkan tersangka oleh KPK karena diduga merugikan negara dalam kasus investasi fiktif di PT Taspen. Sehingga, Kosasih mengajukan uji materiil ke MK terkait Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah menjeratnya sebagai tersangka.

“Sikap MK kami nilai sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang dijalankan, di mana penghitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi penting dilakukan,” kata Tessa melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (17/10/2024).

Lebih lanjut, Tessa mengatakan, mengapresiasi hakim MK yang menilai korupsi merupakan tindakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang bisa merusak stabilitas dan keamanan masyarakat.

“Bahkan, bisa mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial politik, sampai menciptakan kemiskinan yang masif,” ucap Tessa menambahkan.

MK Tolak Uji Materiil Dirut PT Taspen

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Direktur Utama PT Taspen nonaktif Antonius N.S. Kosasih untuk menunda penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadikannya tersangka kasus dugaan korupsi bermodus investasi fiktif di PT Taspen (Persero) pada tahun anggaran 2019.

“Menolak permohonan provisi pemohon, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Antonius N.S., dalam permohonan provisinya, meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan provisi yang pada pokoknya memerintahkan KPK menunda penyidikan terhadap dirinya.

Selain itu, Antonius juga mengajukan permohonan untuk menguji norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Hal ini mengingat dia merasa ada ketidakjelasan unsur-unsur yang merupakan perbuatan pidana, perdata, atau administrasi.

Terkait dengan permohonan tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan akan memutus permohonan provisi bersamaan dengan putusan pengujian norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Permohonan provisi akan diputus dengan putusan akhir dan terhadap norma undang-undang yang dimohonkan pengujian agar segera mendapatkan kepastian hukum,” ucap hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.