News

Tragedi Kanjuruhan: Suporter Bukan Perusuh, Aparat Harus Antisipasi Situasi Darurat

Minggu, 02 Okt 2022 – 10:18 WIB

Kericuhan Usai Pertandingan Arema Melawan Persebaya 011022 Abs 2(1) - inilah.com

Mungkin anda suka

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut. (Foto: Antara)

Tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan  127 suporter pascapertandingan Arema FC Vs Persebaya, Minggu (2/10/2022), menunjukkan ketidakmampuan aparat kita bukan hanya dalam menjamin keamanan sebuah pertandingan, tetapi dalam mengantisipasi situasi darurat. Kerusuhan berdarah yang menjadi terbesar dalam sejarah pertandinan sepak bola Indonesia sejatinya bisa dicegah oleh aparat, karena suporter bukanlah perusuh tetapi pendukung kesebelasan tim.

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mendesak Polri mengusut tuntas tragedi berdarah itu, yang menurut Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta sebanyak 34 orang tewas di stadion, sedangkan puluhan sisanya di rumah sakit setempat. Termasuk menjatuhkan sanksi kepada anggota yang gagal menganisipasi situasi darurat.

“Harus dilihat bahwa tidak semua suporter adalah perusuh. Prediksi dan prevention (pencegahan) itu meliputi rencana pengamanan, jumlah personel, dan antisipasi bila ada kedaruratan,” kata peneliti ISESS, Bambang Rukminto, di Jakarta.

Dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Malang selaku penanggung jawab keamanan pertandingan tersebut. “ISESS mendesak agar Kapolri segera mencopot Kapolres Malang sebagai penanggungjawab keamanan pertandingan dan keamanan wilayah Malang dan Kapolda Jatim dan mengusut tuntas penanggung jawab penyelenggaraan pertandingan sehingga terjadi tragedi besar ini,” kata dia.

Menurut Bambang,  tragedi Kanjuruhan menunjukkan polisi tidak bisa melakukan prediksi dan pencegahan apabila terjadi kerusuhan di stadion, sehingga muncul korban akibat desak-desakan di pintu sempit karena suporter panik.”Dalam pengamanan, harus ada rencana pengamanan dan contingency (rencana cadangan),” ujarnya.

Dia menyebutkan terdapat statuta Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) yang melarang penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan sepak bola di stadion. Tragedi di Stadion Kanjuruhan tidak perlu terjadi jika panitia dan aparat keamanan bertugas secara presisi, prediktif, dan bertanggungjawab, sehingga bisa mencegah kondisi kedaruratan.

Secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi mengatakan, harus ada yang bertanggung jawab atas tewasnya ratusan suporter buntut chaos di Stadion Kanjuruhan. Edwin menilai peristiwa tersebut merupakan tragedi bukan insiden biasa dalam sebuah pertandingan olah raga.

“Ini bukan lagi musibah, tapi tragedi. Harus ada yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Kendati demikian, dirinya tidak menyinggung apakah LPSK bakal jemput bola untuk melakukan penyelidikan dan memberi perlindungan kepada peniup peluit (whistleblower) kasus berdarah itu. “Korban itu bukan statistik tapi tubuh bernyawa seperti kita,” tambahnya.

Kerusuhan diduga dipicu ketika ribuan Aremania, suporter Arema, merangsek masuk ke lapangan lantaran timnya kalah. Sementara pemain Persebaya meninggalkan stadion dievakuasi dengan empat mobil barakuda. Kerusuhan semakin menjadi ketika flare dilemparkan bukan hanya menyasar aparat tetapi antarsuporter. Imbasnya terdapat kobaran api di sejumlah stadion dan mobil K9 hangus terbakar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button