Sebuah penembakan terjadi di sekolah Kristen swasta Abundant Life Christian School di Madison, ibu kota negara bagian Wisconsin, AS, Senin (16/12/2024) waktu setempat . Peristiwa tragis ini menyebabkan tiga orang tewas, termasuk seorang pelaku penembakan berusia 15 tahun, serta enam orang lainnya mengalami luka-luka.
Pelaku penembakan, yang diidentifikasi sebagai Natalie Rupnow –juga dikenal dengan nama Samantha– adalah seorang siswi di sekolah tersebut. Hingga kini, motif di balik tindakan kekerasan tersebut masih belum diketahui. Pihak berwenang menyatakan bahwa penembakan berlangsung di satu ruangan di dalam gedung sekolah, tepatnya saat sesi study hall.
“Ini adalah hari yang menyedihkan bagi komunitas kita dan juga negara ini. Kita semua harus berbuat lebih baik lagi,” ujar Kepala Kepolisian Madison, Shon Barnes, dalam konferensi pers, Selasa (17/12/2024), seperti dilansir The Guardian.
Barnes mengungkapkan bahwa laporan pertama datang dari seorang siswa kelas dua –yang umumnya berusia tujuh atau delapan tahun– yang segera menghubungi layanan darurat 911. Panggilan darurat itu diterima sekitar pukul 11.00 waktu setempat dan menyatakan adanya situasi penembakan aktif di sekolah. Petugas kepolisian tiba di lokasi hanya dalam waktu tiga menit setelah panggilan pertama dan segera masuk ke dalam gedung.
Saat petugas tiba, pelaku penembakan ditemukan sudah tewas, diduga akibat bunuh diri. Tidak ada senjata yang ditembakkan oleh petugas kepolisian selama respons mereka di lokasi.
“Pelaku, yang merupakan seorang anak berusia 15 tahun, ditemukan meninggal di lokasi. Keluarganya bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan ini,” tambah Barnes.
Namun, ia menolak memberikan rincian lebih lanjut mengenai pelaku, sebagian besar karena menghormati keluarga yang sedang berduka.
Menurut laporan dari Associated Press yang mengutip seorang pejabat penegak hukum, pelaku membawa senjata jenis pistol 9mm selama serangan itu berlangsung. Korban tewas dalam insiden ini mencakup seorang guru dan seorang siswa remaja lainnya.
![post-cover](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/12/penembakan2_358a53d28c.jpg)
Respons Pemerintah AS
Presiden AS Joe Biden segera bereaksi terhadap insiden ini dan mengutuk penembakan tersebut sebagai ‘mengerikan dan tidak dapat diterima’. Dalam pernyataannya, Biden kembali menyerukan Kongres untuk segera mengesahkan undang-undang pengendalian senjata yang lebih ketat.
“Kita tidak bisa terus menerima ini sebagai sesuatu yang normal,” ujar Biden.
“Setiap anak berhak merasa aman di ruang kelas mereka. Murid-murid seharusnya belajar membaca dan menulis, bukan belajar cara berlindung dari peluru,” imbuhnya.
Biden mendesak diberlakukannya langkah-langkah ‘akal sehat’ seperti pemeriksaan latar belakang universal, undang-undang red flag nasional, serta larangan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi.
Gubernur Wisconsin Tony Evers, yang juga telah diberi pengarahan tentang situasi ini, menyampaikan belasungkawa dan rasa terima kasih kepada para petugas penanganan darurat.
“Kami berdoa untuk anak-anak, para pendidik, dan seluruh komunitas Abundant Life Christian School. Kami bersyukur atas tindakan cepat para responden pertama,” kata Evers dalam pernyataannya.
Abundant Life Christian School, yang terletak di area seluas 28 hektare, memiliki sekitar 390 siswa dari jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Sekolah ini melayani sekitar 200 keluarga di wilayah Dane County, Wisconsin.
Penembakan ini menyoroti fakta bahwa insiden kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh perempuan, terutama remaja, adalah kasus yang sangat jarang terjadi. Studi menunjukkan hanya sekitar 3 persen dari total penembakan massal di AS dilakukan oleh perempuan.
Meski demikian, tragedi ini menambah panjang daftar penembakan massal di AS yang terus meningkat tajam. Menurut data Gun Violence Archive, hingga tahun ini saja, sudah terjadi hampir 490 penembakan massal di seluruh negeri.
Insiden penembakan di Abundant Life Christian School bukanlah yang pertama terjadi tahun ini. Salah satu kasus serupa terjadi pada 4 September lalu di Apalachee High School, Georgia, di mana empat orang –dua siswa dan dua guru– tewas, dan tujuh lainnya terluka.
Dalam insiden tersebut, seorang mantan siswa berusia 14 tahun ditangkap, sementara ayahnya juga didakwa karena memberikan akses kepada anaknya untuk menggunakan senjata api berkekuatan tinggi.
Para analis dan pemerhati kebijakan menegaskan bahwa AS mengalami krisis kekerasan bersenjata di sekolah yang tidak pernah dihadapi negara lain di dunia. Akses mudah terhadap senjata api berbahaya disebut sebagai salah satu faktor utama yang memperburuk situasi.