Market

Trend Asia Bantah PLN Sukses Tekan Efek Rumah Kaca dengan Co-Firing Biomassa

Senin, 05 Sep 2022 – 23:06 WIB

Laporan terbaru Trend Asia mengungkap besarnya risiko yang harus ditanggung warga, lingkungan dan iklim dari program co-firing biomassa di 52 lokasi PLTU di Indonesia. Termasuk potensi emisi gas efek rumah kaca.

Juru Kampanye Trend Asia, Meike Inda Erlina, Jakarta, Senin (5/9/2022), mengatakan, demi transisi energi palsu itu, pemerintah membutuhkan lahan seluas 2,33 juta hektare, atau 35 kali luas daratan DKI Jakarta untuk membangun Hutan Tanaman Energi (HTE).

“Sedangkan rantai pasok biomassa ini, akan menambah emisi gas rumah kaca Indonesia hingga 26,48 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) per tahun,” kata Meike.

Laporan Trend Asia ini sekaligus membantah klaim pemerintah dan PLN bahwa penggunaan bahan baku campuran biomassa dalam program co-firing di PLTU rendah emisi, serta mampu mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.

Riset ini menelaah secara kritis pilihan PLN menerapkan praktik co-firing biomassa di Indonesia, dengan memetakan berbagai dokumen resmi pemerintah dan badan usaha. Temuan riset diterbitkan secara berseri, dengan seri pertama bertemakan “Adu Klaim Menurunkan Emisi”, yang memproyeksikan potensi emisi karbon dalam praktik co-firing biomassa terutama pelet kayu (wood pellet) di Indonesia.

Asal tahu saja, co-firing biomassa adalah metode pencampuran batubara dengan biomassa yang berasal dari berbagai bahan baku, seperti pelet kayu, pelet sampah, serbuk kayu, cangkang sawit, serbuk gergaji, dan sekam padi. Skenario yang diuji dalam riset untuk co-firing ini, skala 5 persen biomassa (95 persen batubara) hingga 10 persen biomassa (90 persen batubara).

“Temuan riset kami mengungkap, praktik co-firing biomassa pelet kayu yang disupply dengan skema HTE, sangat berisiko dalam proses rantai pasok, potensi deforestasi yang terkait erat dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Serta akan memperpanjang umur PLTU tua yang seharusnya sudah pensiun, seperti PLTU Suralaya dan PLTU Paiton,” kata Meike.

Hingga Mei 2022, kata dia, sebanyak 32 PLTU telah menerapkan co-firing biomassa, dan targetnya terus bertambah hingga 35 PLTU hingga akhir tahun ini. Tidak hanya itu, PLN juga menargetkan implementasi co-firing biomassa di 52 lokasi atau 107 unit PLTU di seluruh Indonesia hingga 2025.

Sebelumnya, PLN mengklaim, co-firing biomassa rendah emisi, bahan baku mudah didapatkan, dan tidak perlu membangun pembangkit baru karena bisa menggunakan PLTU-PLTU yang masih

beroperasi, yang dikelola oleh 2 anak usaha PLN yakni PT Indonesia Power (IP) dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).

Wahyudin Iwang, Manager Advokasi WALHI Jawa Barat (Jabar) mengatakan, klaim rendah emisi dari campuran biomassa di PLTU tidak akan bisa memulihkan kerusakan lahan pertanian dan kesehatan warga yang telah terjadi. Pencemaran udara adalah faktor risiko yang memperburuk kesehatan kelompok usia rentan.

Riset WALHI Jabar sejak 2017 terkait operasional PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3×330 MW di Desa Tegal Taman, mengungkap, sebagian besar anak usia 2-7 tahun terpapar infeksi pernafasan akut atau (ISPA). Laporan keluhan itu meningkat jika dihitung sejak PLTU itu dibangun yakni 2011 hingga sekarang.

Dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) terbaru, pemerintah menargetkan Indonesia bebas emisi karbon pada 2060 atau lebih cepat, dengan menghentikan penggunaan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan.

Pada Juni 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengklaim co-firing biomassa merupakan salah satu dari 4 strategi pemerintah dalam mereduksi emisi karbon. Senada dengan KESDM, alih-alih memensiunkan pembangkit tua, PLN menjadikan co-firing biomassa sebagai langkah untuk menurunkan emisi karbon dalam rangka memperpanjang usia operasional PLTU.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button