Trump akan Gunakan Penjara Guantanamo yang Kejam Menampung Imigran Kriminal


Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk menahan imigran gelap kriminal di penjara militer Teluk Guantanamo yang terkenal kejam. Penjara tersebut selama ini digunakan untuk menahan tersangka terorisme sejak serangan 11 September 2001.

Trump membuat pengumuman yang mengejutkan itu, Rabu (29/1/2025) saat menandatangani rancangan undang-undang yang mengizinkan penahanan praperadilan terhadap migran tidak berdokumen yang didakwa melakukan pencurian dan kejahatan kekerasan. 

Rancangan undang-undang ini dinamai berdasarkan nama seorang pelajar AS Laken Riley yang dibunuh imigran Venezuela. Jose Antonio Ibarra, 26, seorang warga Venezuela yang tidak memiliki dokumen, dihukum karena membunuh Laken Riley, mahasiswa keperawatan di Georgia, dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada 2024.

Trump menjamu orangtua Laken Riley di Gedung Putih pada acara penandatangan RUU tersebut. “Kami akan menjaga kenangan Laken tetap hidup di hati kami selamanya,” kata Trump. “Dengan tindakan hari ini, namanya juga akan hidup selamanya dalam hukum negara kita, dan ini adalah hukum yang sangat penting.”

Trump mengatakan sedang menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan Pentagon dan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk “memulai mempersiapkan fasilitas migran berkapasitas 30.000 orang di Teluk Guantanamo,” kata Trump di Gedung Putih.

“Kami memiliki 30.000 tempat tidur di Guantanamo untuk menahan para imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika. Beberapa dari mereka sangat jahat sehingga kami bahkan tidak percaya negara-negara lain akan menahan mereka karena kami tidak ingin mereka kembali,” kata Trump.

Senator Republik itu mengatakan langkah itu akan melipatgandakan kapasitas untuk menahan migran ilegal, di tengah tindakan keras besar-besaran yang dijanjikannya di awal masa jabatan keduanya.

Menyebut Guantanamo sebagai tempat yang sulit untuk keluar, Trump mengatakan tindakan itu akan “membawa kita selangkah lebih dekat untuk memberantas momok kejahatan migran di komunitas kita untuk selamanya”.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel menggambarkan rencana mitranya AS Donald Trump untuk menahan migran ilegal di penjara militer Teluk Guantanamo di pulau itu sebagai tindakan brutal.

“Dalam tindakan brutal, pemerintah baru AS mengumumkan pemenjaraan di Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo, yang terletak di wilayah Kuba yang diduduki secara ilegal,” kata presiden di X, seraya menambahkan para migran akan ditahan di dekat fasilitas yang menurutnya telah digunakan AS untuk penyiksaan dan penahanan ilegal.

Banyak Tahanan Guantanamo Ditahan tanpa Tuduhan

Ini adalah RUU pertama yang ditandatangani Trump sejak ia kembali ke Gedung Putih, dan disahkan Kongres AS yang dipimpin Partai Republik. RUU tersebut disahkan hanya dua hari setelah pelantikan Trump pada 20 Januari.

Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem sebelumnya mengatakan kepada Fox News bahwa “kami sedang mengevaluasi dan berbicara tentang” penggunaan fasilitas tersebut bagi para migran, dan menyebutnya sebagai sebuah “aset”.

Penjara Guantanamo dibuka setelah serangan 11/9 di Amerika Serikat oleh Al-Qaeda. Tempat ini telah digunakan untuk menahan pelaku yang dituduh kriminal tanpa batas waktu, banyak di antaranya tidak pernah didakwa atas suatu kejahatan, yang ditangkap selama perang di Afghanistan dan Irak serta operasi-operasi lain setelahnya. 

Pada puncaknya, sekitar 800 orang dipenjara di lokasi di ujung timur Kuba itu. Kesaksian dari para tahanan menyebutkan penyiksaan yang mereka alami oleh personel keamanan AS telah lama memicu kritik domestik dan internasional. Kondisi di sana dan penolakan terhadap prinsip-prinsip hukum dasar telah memicu protes keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia termasuk para ahli PBB.

Mantan presiden Demokrat Joe Biden dan Barack Obama sama-sama berjanji untuk menutup fasilitas tersebut, tetapi keduanya meninggalkan jabatannya dengan penjara yang masih terbuka.

September lalu, New York Times memperoleh dokumen pemerintah yang menunjukkan bahwa pangkalan militer Teluk Guantanamo juga telah digunakan selama beberapa dekade oleh Amerika Serikat untuk menahan migran yang dicegat di laut, tetapi di area yang terpisah dari yang digunakan untuk menahan mereka yang dituduh melakukan terorisme.