Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara tak banyak berkomentar terkait dengan keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menunda penerapan tarif impor resiprokal untuk negara-negara mitranya, termasuk Indonesia. Indonesia diketahui terkena tarif impor 32%. Menurut Suahasil, Indonesia masih tetap harus waspada.
“Kita lihat gimana reaksi banyak pihak dari berbagai negara,” ujar Suahasil kepada wartawan, di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Sebelumnya Presiden Trump pada Rabu (9/5/2025) waktu setempat mengumumkan penundaan sementara selama 90 hari atas pemberlakuan tarif impor terhadap lebih dari 50 negara, kecuali China yang justru dinaikkan menjadi 125 persen karena Beijing melakukan perlawanan terhadap Trump.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump menyebut tarif terhadap negara-negara tertentu akan ditangguhkan selama tiga bulan ke depan, untuk memberi waktu pada para pejabat AS bernegosiasi dengan mitra dagang yang mengajukan permohonan pengurangan tarif.
Gedung Putih menegaskan penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah
Trump sebelumnya mengakui keputusannya menaikan tarif barang impor sebesar 32 persen bagi produk Indonesia adalah aksi balas dendam terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan bidang sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening Indonesia.
“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sektor sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 (Rp 4 miliar) atau lebih,” ujar Trump.