Perusahaan teknologi pendidikan berbasis di Santa Clara, AS, Chegg, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 21% minggu ini, dengan sebagian alasan terkait perkembangan kecerdasan buatan (AI). Dalam dokumen yang diajukan ke Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) Selasa (13/11), Chegg mengungkapkan akan memberhentikan 319 karyawan sebagai bagian dari rencana restrukturisasi.
Langkah pengurangan karyawan ini bertujuan untuk “merampingkan” operasional serta menyesuaikan struktur biaya perusahaan dengan tantangan industri terbaru yang berdampak negatif pada bisnis mereka. Tantangan tersebut, menurut dokumen SEC, mencakup peningkatan persaingan dan penggunaan AI generatif oleh siswa yang mengubah pola belajar.
Diperkirakan valuasi Chegg hilang US$14,5 miliar (Rp 229 triliun) karena saham perusahaan edutech yang berbasis di AS tersebut anjlok hingga 99 persen dari puncaknya pada 2021.
Perusahaan memperkirakan bahwa proses PHK ini akan menelan biaya antara $22 juta hingga $26 juta, di mana $18 juta hingga $22 juta di antaranya dialokasikan untuk transisi karyawan, pembayaran pesangon, tunjangan, dan biaya lainnya.
Dalam pernyataan resmi yang menyertai dokumen SEC, CEO sekaligus Presiden Chegg, Nathan Schultz, menyebut bahwa “pergeseran teknologi terbaru dan kehadiran AI generatif” telah menciptakan “tantangan besar” bagi perusahaan.
“Sebagai akibatnya, kami harus melakukan restrukturisasi tambahan,” ujar Schultz.
“Masih ada pasar untuk para pelajar yang mencari keahlian pembelajaran berkualitas tinggi dan berbeda yang ditawarkan Chegg, dan kami yakin merek serta pengalaman produk kami tetap tangguh dan akan bertahan,” lanjutnya.
Chegg, yang menyediakan layanan bimbingan belajar online, bantuan pekerjaan rumah, dan buku digital, menjadi perusahaan teknologi kedua di Bay Area yang mengumumkan PHK besar menjelang liburan akhir tahun ini. Pada Selasa, perusahaan bioteknologi 23andMe juga mengungkapkan rencana pemutusan 200 karyawan.
Sementara itu, lebih dari 62 persen mahasiswa berencana menggunakan ChatGPT semester ini dan hanya 30 persen yang mengatakan mereka akan menggunakan Chegg, menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Needham, sebuah bank investasi, dikutip dari Indian Express, Rabu (13/11/2024).
Namun, para ahli telah memperingatkan bahwa jawaban yang dibuat oleh ChatGPT tidak selalu benar karena LLM rentan terhadap halusinasi informasi, yang berarti bahwa jawabannya harus diperiksa ulang.
Beberapa orang lain juga berpendapat bahwa LLM tidak akan pernah dapat digunakan untuk tugas pencarian fakta karena LLM memberikan jawaban dengan menebak urutan kata atau frasa yang seharusnya membentuk kalimat (penentuan probabilistik).