Market

Uji Coba Kereta Cepat yang Biayanya Bengkak 3 Kali

Proyek kereta cepat China Jakarta-Bandung yang menelan biaya super mahal, mulai terlihat wujudnya. Pada Jumat (19/5/2023) dites dengan kecepatan rendah, alias belum ngebut.

Manager Corporate Communication PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Emir Monti, uji coba kereta cepat China pada Jumat lalu, kecepatannya hanya 60 kilometer per jam. Padahal, kereta ini memiliki kecepatan teknis 385 km per jam.

“Pada Jumat, merupakan hot sliding test atau uji geser panas jaringan Overhead Catenary System (OCS). Uji coba dilakukan dari Depo Tegalluar hingga Stasiun Halim,” papar Emir, Jakarta, dikutip Senin (22/5/2023).

Pada Sabtu (20/5) dilanjutkan dengan uji coba perjalanan comprehensive inspection train (CIT) untuk memastikan kesiapan seluruh jaringan OCS. Tahap uji coba ini nantinya akan berlanjut ke tahap pengujian semua sistem yang terintegrasi. Pada fase pengujian ini, nantinya Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan dioperasi dengan rutin.

Sejak 18 Mei 2023, kata Emir, empat substation traksi telah dialiri listrik bertegangan 27,5 kV. Artinya, penyaluran daya listrik melalui Overhead Catenary System (OCS) atau Listrik Aliran Atas Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sudah dimulai. Adapun total panjang kabel kontak OCS tersebut adalah 384,6 km yang terpasang di jalur KCJB sepanjang 142,3 km.

General Manager (GM) Corporate Secretary KCIC Rahadian Ratry mengatakan, sebelum listrik dialirkan ke OCS, seluruh komponen, jaringan, dan sistem kelistrikan telah dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Setelah dinyatakan siap, maka listrik dapat dialirkan ke OCS.

Rahadian mengeklaim, seluruh sistem yang dibangun telah sesuai dengan standar internasional sehingga memiliki kualitas yang baik, umur pakai yang panjang, hingga keamanan yang dapat diandalkan.

Masyarakat diminta untuk tidak mendekati jalur KCJB, karena sangat berbahaya. “Masyarakat dilarang beraktivitas di jalur KCJB, melempar benda asing, bermain layangan atau balon di sekitar jalur KCJB, masuk ke dalam jalur rel, terowongan, dan jembatan KCJB, serta masuk ke area-area terlarang lainnya,” papar Rahadian.

Proyek Mahal Kereta Cepat

Sekedar mengingatkan, proyek kereta cepat yang dibanggakan Jokowi, dikritik banyak kalangan. Termasuk ekonom senior, Faisal Basri getol melontarkan kritiknya.

Menurut Faisal, duit APBN yang digelontorkan untuk membiayai proyek ini, cukup gede. Proyek mercusuar Jokowi ini, mengalami begkak biaya alias cost overrun sebanyak 2 kali.

Pada 2015, pemerintah China mengalahkan Jepang untuk menggarap proyek ini. China mengusulkan proposal lebih murah ketimbang Jepang yang menawarkan US$6,2 miliar, atau setara Rp94,2 triliun (kurs Rp15.000/US$).

Sedangkan tawaran China sebesar US$6,2 miliar atau setara Rp94,2 triliun. Setelah China ditetapkan China sebagai pemenang, terbentuklan Kereta China Jakarta Bandung atau KCJB. Dengan porsi kepemilikan 60 persen Indonesia, sisanya 40 persen untuk China.

Kepemilihan Indonesia diwakili konsorsium yang beranggotakan sejumlah BUMN, yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VII.

Dalam perjalanan, biaya KCJB bengkak lagi (kedua) menjadi US$6,07 miliar, setara Rp91,5 triliun. Bengkak lagi (ketiga) menjadi US$8 miliar, atau setara Rp120 triliun.

Dan, sejak 2021, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Perpres ini menghentak publik. Lanatan, sebelumnya, Jokowi berjanji tak ada duit APBN nyemplung ke proyek kereta cepat China. Sejak perpres itulah, dana APBN mulai mengalir ke proyek.

Faisal pun mengkritisi penggunaan dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2021 ke proyek kereta cepat China. Padahal, dana tersebut sangat ditunggu 9 juta rakyat Indonesia yang terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan tahun 2021.

“SiLPA mau dipakai buat kereta cepat tapi buat rakyat 9 koma sekian juta, rakyat yang dapat JKN dihapus oleh Bu Risma (Menteri Sosial),” ucap Faisal.

Faisal mengungkapkan, masih ada sekitar 143 juta masyarakat rentan (insecure) di luar 20 juta masyarakat yang benar-benar miskin. Sehingga iuran kesehatannya harus dibantu pemerintah.

Masyarakat rentan ini dikategorikan sebagai penduduk dengan pengeluaran Rp25.000, sebelum adanya pandemi COVID-19. Setelah pandemi, kemungkinan pengeluarannya jatuh lebih dalam.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button