Ototekno

Uji Coba Pengenalan Wajah di MRT dan KAI, Amankah?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan uji coba tiket berbasis pengenalan wajah yang sebagai salah satu bentuk integrasi transportasi di Ibu Kota. PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga tengah menguji coba Face Recognition Boarding Gate di Stasiun Bandung. Apakah teknologi scan wajah ini aman?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meluncurkan uji coba pengenalan wajah di Stasiun MRT ASEAN. Metode pembayaran baru dengan teknologi ini melengkapi skema pembayaran yang sudah ada mulai dari kartu uang elektronik, kode QR, hingga aplikasi dari telepon seluler.

“Tim dari JakLingko, MRT, TransJakarta pastikan spesifikasi ini tidak berhenti di satu stasiun,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meluncurkan integrasi transportasi di Stasiun MRT ASEAN, Jakarta, Jumat (7/10/2022).

“Saya dengar dari Dirut JakLingko bahwa ini pertama kali di dunia terjadi integrasi seperti itu. Jadi Pak Kamal (Dirut JakLingko) daftarkan ini di Guinness World Records, supaya tercatat di dunia Jakarta kota pertama yang melakukan pengintegrasian sampai sedetail itu,” katanya.

Sementara PT KAI mulai melakukan uji coba Face Recognition Boarding Gate di Stasiun Bandung sejak 28 September 2022. VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan hadirnya teknologi ini bertujuan untuk mempermudah pelanggan KA Jarak Jauh yang ingin naik kereta api, tanpa perlu repot-repot menunjukan berbagai dokumen seperti boarding pass fisik, e-boarding pass, KTP, ataupun dokumen vaksinasi.

“Face Recognition Boarding Gate merupakan fasilitas layanan boarding yang dilengkapi dengan kamera yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan memvalidasi indentitas seseorang melalui wajah yang datanya sudah diintegrasikan dengan data tiket kereta yang dimiliki hingga status vaksinasi pelanggan,” kata Joni.

Apa Itu Metode Pengenalan Wajah?

Pengenalan wajah mengutip Electronicid.eu, mengacu pada teknologi yang mampu mengidentifikasi atau memverifikasi subjek melalui gambar, video, atau elemen audiovisual apa pun dari wajah. Umumnya, identifikasi ini digunakan untuk mengakses aplikasi, sistem, atau layanan dan berfungsi seperti pemindai wajah.

Ini adalah metode identifikasi biometrik yang menggunakan ukuran tubuh, dalam hal ini, wajah dan kepala, untuk memverifikasi identitas seseorang melalui pola dan data biometrik wajah. Teknologi ini mengumpulkan satu set data biometrik unik dari setiap orang yang terkait dengan wajah dan ekspresi wajah mereka untuk mengidentifikasi, memverifikasi, dan/atau mengotentikasi seseorang.

Sistem pengenalan wajah dapat dianggap sebagai teknologi yang kontroversial. Di satu sisi, teknologi ini mempengaruhi privasi orang. Di sisi lain, dapat membantu dalam mencegah atau mendeteksi kekerasan. Dan saat pandemi melanda, teknologi ini ikut membantu mencegah penyebaran virus corona.

Meskipun demikian, mengutip Forbes, seperti teknologi lainnya, pengenalan wajah tidak sempurna, tetapi memiliki kerentanan yang memungkinkan untuk melewati sistem. Seperti yang baru-baru ini ditemukan, dimungkinkan untuk membuat kacamata hitam yang dirancang untuk menghindari sistem pengenalan wajah.

Algoritme pembelajaran mendalam yang diterapkan pada sebagian besar sistem ini rentan terhadap berbagai jenis serangan yang memengaruhi tiga tujuan keamanan yakni kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan.

Sudah Banyak Digunakan di Dunia

Pengenalan wajah telah menjadi pemandangan yang akrab di banyak bandara di seluruh dunia. Semakin banyak pelancong yang memegang paspor biometrik, yang memungkinkan mereka untuk melewati antrean yang biasanya panjang dan sebagai gantinya berjalan melalui kontrol ePassport otomatis untuk mencapai gerbang lebih cepat.

Pengenalan wajah tidak hanya mengurangi waktu tunggu tetapi juga memungkinkan bandara untuk meningkatkan keamanan. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS memperkirakan bahwa pengenalan wajah akan digunakan pada 97 persen wisatawan pada tahun 2023. Selain di bandara dan penyeberangan perbatasan, teknologi ini digunakan untuk meningkatkan keamanan di acara berskala besar seperti Olimpiade.

Teknologi ini ke depan bisa digunakan di Indonesia untuk menemukan orang hilang dan korban perdagangan manusia. Misalkan individu yang hilang ditambahkan ke database. Aparat hukum dapat disiagakan segera setelah dikenali melalui pengenalan wajah, apakah itu di bandara, mal, atau ruang publik lainnya.

Dengan cara ini juga dapat mengidentifikasi saat pengutil yang diketahui, penjahat ritel terorganisir, atau orang dengan riwayat penipuan memasuki toko atau kawasan tertentu. Foto-foto individu dapat dicocokkan dengan basis data yang besar sehingga profesional dapat mencegah kerugian dan keamanan.

Bisa juga digunakan di masa mendatang untuk teknologi pembayaran yang memungkinkan pembeli melewati antrean pembayaran yang panjang. Perbankan juga dapat mengotorisasi transaksi dengan pengenalan wajah. Beberapa produsen mobil juga tengah beresperimen dengan teknologi pengenalan wajah sebagai pengganti kunci kontak kendaraan.

Saat ini beberapa lembaga pendidikan di China sudah menggunakan pengenalan wajah untuk memastikan siswa tidak bolos kelas. Tablet digunakan untuk memindai wajah siswa dan mencocokkannya dengan foto dalam database untuk memvalidasi identitas mereka.

Empat Langkah Operasi

Selama ini orang akrab dengan teknologi pengenalan wajah melalui FaceID yang digunakan untuk membuka kunci smartphone. Selain membuka kunci ponsel, pengenalan wajah bekerja dengan mencocokkan wajah orang yang berjalan melewati kamera khusus.

Sistem teknologi wajah dapat bervariasi, tetapi secara umum, mengutip Kaspersky, cenderung beroperasi dalam empat langkah. Pertama adalah melakukan deteksi wajah. Kamera mendeteksi dan menempatkan gambar wajah, baik sendiri atau dalam kerumunan. Gambar mungkin menunjukkan orang yang melihat lurus ke depan atau dalam profil.

Langkah kedua adalah melakukan analisis wajah. Sebagian besar teknologi pengenalan wajah bergantung pada gambar 2D daripada 3D karena dapat lebih mudah mencocokkan gambar 2D dengan foto publik atau yang ada di database. Perangkat lunak membaca geometri wajah Anda. Faktor kunci termasuk jarak antara mata, kedalaman rongga mata, jarak dari dahi ke dagu, bentuk tulang pipi, dan kontur bibir, telinga, dan dagu. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi landmark wajah yang merupakan kunci untuk membedakan wajah Anda.

Langkah berikutnya adalah mengonversi gambar menjadi data. Proses pengambilan wajah mengubah informasi analog (wajah) menjadi sekumpulan informasi digital (data) berdasarkan fitur wajah seseorang. Analisis wajah Anda pada dasarnya diubah menjadi rumus matematika. Kode numerik disebut faceprint. Dengan cara yang sama bahwa sidik jari itu unik, setiap orang memiliki sidik wajah mereka sendiri.

Berikutnya yakni langkah keempat atau yang terakhir yakni menemukan kecocokan. Sidik wajah Anda kemudian dibandingkan dengan data base wajah lain yang sudah dikenal. Misalnya, dari data base KTP, SIM, data passport, data base kepolisian atau yang lainnya. Jika sidik wajah cocok dengan gambar dalam basis data pengenalan wajah, maka pencocokan akan berhasil.

Dari semua pengukuran biometrik, pengenalan wajah dianggap yang paling alami. Secara intuitif, ini masuk akal, karena kita biasanya mengenali diri kita sendiri dan orang lain dengan melihat wajah, daripada sidik jari dan iris.

Dampak Keamanan dan Privasi

Ada beberapa kelemahan dan kekhawatiran terhadap penggunaan teknologi ini. Banyak yang khawatir bahwa penggunaan pengenalan wajah bersama dengan kamera video di mana-mana, kecerdasan buatan, dan analitik data menciptakan potensi pengawasan massal, yang dapat membatasi kebebasan individu. Sementara teknologi pengenalan wajah memungkinkan pemerintah melacak penjahat, itu juga memungkinkan mereka melacak orang biasa dan tidak bersalah kapan saja.

Kekhawatiran tentang etika dan privasi adalah yang paling kontroversial. Lembaga baik itu resmi pemerintah ataupun swasta diketahui menyimpan beberapa foto warga tanpa persetujuan mereka. Pada tahun 2020, Komisi Eropa mengatakan sedang mempertimbangkan larangan teknologi pengenalan wajah di ruang publik hingga lima tahun untuk memberikan waktu menyusun kerangka peraturan mencegah pelanggaran privasi dan etika.

Teknologi pengenalan wajah tidak lepas dari kesalahan, yang dapat menyebabkan orang tersangkut kejahatan yang tidak mereka lakukan. Misalnya, sedikit perubahan sudut kamera atau perubahan penampilan, seperti gaya rambut baru, dapat menyebabkan kesalahan. Pada tahun 2018, Newsweek melaporkan bahwa teknologi pengenalan wajah Amazon telah salah mengidentifikasi 28 anggota Kongres AS sebagai orang yang ditangkap karena kejahatan.

Selain itu, teknologi ini sangat bergantung pada teknologi yang mampu mengumpulkan data yang sangat besar untuk memberikan hasil yang akurat. Kumpulan data besar seperti itu membutuhkan penyimpanan data yang kuat serta perangkat keamanan yang baik. Sehingga tidak bisa disalahgunakan oleh para peretas atau hacker. Perusahaan kecil dan menengah mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyimpan data yang diperlukan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button