Tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ancang-ancang menarik utang baru Rp775,9 triliun. Rasio utang yang dibatasi 60 persen menjadi ancaman.
Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan menerangkan, berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah akan menambah utang baru senilai Rp775,9 triliun.
Dia memastikan, penarikan utang baru itu, bertujuan untuk menjamin program percepatan ekonomi. “Pembiayaan utang sebesar Rp775,9 trilliun diutamakan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Ferry, Jakarta, Senin (26/8/2024).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jumlah utang pemerintah hingga Juli 2024 mencapai Rp8.502,6 triliun. Di mana, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih dalam batas aman.
sedangkan potret rasio utang terhadap PDB pada 2014 hingga 2019, bertengger di kisaran 24,68 persen hingga 30,23 persen. “Angka tersebut meningkat dengan laju yang moderat, terutama untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur,” kata Ferry.
Meski sempat mengalami kenaikan signifikan akibat pandemi COVID-19, ia melanjutkan, pemerintah berhasil mengendalikan kenaikan utang pemerintah sejak 2021 hingga saat ini. Terhitung hingga akhir Juli 2024, rasio utang melejit menjadi 38,68 persen terhadap PDB.
Ferry menilai, angka itu masih jauh di bawah batas aman yakni 60 persen. Karena Indonesia masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (KN) yang mengatur batasan rasio utang sebesar 60 persen.
Utang pemerintah, menurut Ferry, masih tergolong sehat. Di mana, rata-rata profil jatuh temponya 8 tahun. Selain itu, komposisi utang yang didominiasi SBN domestik. Pemerintah juga terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB.
“Melalui reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan,” ujarnya.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 dijelaskan, utang baru sebesar Rp755,9 triliun bakal digunakan untuk menambal defisit APBN 2025 yang diperkirakan sebesar Rp616,2 triliun, atau 2,53 persen dari PDB.
Sedangkan dalam APBN 2025, belanja negara direncanakan Rp3.613,1 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp2.693,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp919,9 triliun.
Sementara pendapatan negara ditetapkan hanya Rp2.996,9 triliun, terdiri dari perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun.