Pemerintah mungkin sudah sangat bingung menghadapi jebolnya kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi/kompensasi yakni Pertalite, Solar dan LPG subsidi 3 kilogram (kg). Berbagai usaha dilakukan, namun tidak membuahkan hasil sama sekali.
“Pemerintah harus belajar dari sejarah bahwa usaha mengatasi membengkaknya subsidi dan kompensasi yang ditanggung APBN, tidak dapat diserahkan kepada PT Pertamina. Mengingat Pertamina memiliki orientasi yang berbeda dengan pemerintah,” papar analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Kata dia, bagi Pertamina, semakin banyak Pertalite, Solar dan LPG 3 kg yang tersalurkan atau terjual. Maka semakin besar pendapatan dan selanjutnya keuntungan yang diterima Pertamina.
“Sementara bagi pemerintah jika Pertalite, Solar dan LPG 3 kg banyak yang tersalurkan, maka semakin jebol subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan APBN kepada Pertamina,” jelasnya.
Pertamina dan pemerintah, menurut Salamuddin, berbeda kepentingan dalam urusan pengendalian subsidi BBM dan LPG 3 kg. Pertamina hidup tumbuh dari meningkatnya usaha dibidang distribusi Solar, Pertalite dan LPG 3 kg.
“Dengan demikian maka pertamina berkepentingan menjaga penjualannya tetap stabil dan bahkan kalau bisa meningkatkannya. Banyak perusahaan jaringan pertamina yang menumpang hidup dalam bisnis yang dibiayai oleh APBN tersebut,” ungkapnya.
Jadi, kata dia, kalau pemerintah berharap bahwa Pertamina akan mengendalikan atau membatasi penjualan Pertalite, Solar dan LPG 3 kg, maka itu bisa dikatakan pemerintah bermimpi di siang bolong atau mimpi kosong.
Karena Itu sama artinya mengharapkan Pertamina menghentikan atau menutup pangkalan LPG 3 kg yang izinnya merupakan sumber pemasukan Pertamina. “Mengurangi distribusi Pertalite dan Solar ke SPBU yang juga merupakan sumber pemasukan Pertamina,” ungkapnya.
Jadi, lanjutnya, kalaupun ada program digitalisaisi SPBU atau kebijakan sejenis, itu hanya proyek menghabiskan anggaran yang tidak ada gunanya. Semakin banyak masalah maka semakin banyak proyek.
“Apalagi kita ketahui bahwa proyek digitalisasi SPBU yang dibiayai triliunan rupiah ini sudah gagal. Sehingga yang perlu dipertanyakkan oleh pemerintah adalah apakah kegagalan ini disengaja atau tidak? Siapa yang diuntungkan dari kegagalan ini,” pungkasnya.