Uraian Tak Jelas, MK Tolak Gugatan PPP di Dapil Jatim


Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) soal suaranya di 4 daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur lantaran tak menguraikan kronologi secara jelas terhadap perpindahan suaranya itu.

Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang lanjutan sengketa Pileg 2024 dengan sidang pembacaan putusan dismissal.

“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024).

Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan dalam eksepsinya bahwa permohonan PPP tidak jelas atau dianggap kabur. Sebab, PPP tidak menguraikan secara jelas mengenai cara/proses terjadinya pemindahan suara di Dapil Jawa Timur I, Dapil Jawa Timur IV, Dapil Jawa Timur VI, dan Dapil Jawa Timur VIII.

Selain itu, petitum permohonan PPP juga tidak saling bersesuaian. Pasalnya PPPmeminta Mahkamah menetapkan perolehan suara yang benar menurut Pemohon, sekaligus meminta dilakukan pemungutan suara ulang.

“Pemohon mendalilkan bahwa di empat dapil tersebut terjadi pengalihan suara Pemohon secara tidak sah kepada Partai Garuda dengan jumlah keseluruhan 21.812 suara,” jelas Saldi

“Dalam permohonannya Pemohon tidak menguraikan secara jelas dan detail bagaimana pengalihan suara tersebut dilakukan, di tingkat mana terjadinya pengalihan, siapa pihak/orang yang mengalihkan suara, serta kapan pengalihan suara dilakukan,” sambung dia.

Ditambah, dalam permohonan awal, Saldi mengaku Mahkamah menemukan adanya rumusan petitum kasus pertama dan kasus kedua yang bertentangan.

Pertentangan demikian terjadi karena pada petitum kasus pertama PPP meminta penetapan jumlah perolehan suara, sementara pada petitum kasus kedua PPP meminta pemungutan suara ulang, padahal dapil pada kedua kasus tersebut sama atau setidaknya beririsan, yaitu Dapil Jawa Timur IV.

“Akan tetapi setelah Pemohon menarik/mencabut kasus kedua, yaitu pengurangan suara caleg Lucita Izza Rafika di Dapil Jawa Timur IV, pertentangan antarpetitum demikian tidak lagi ada,” sebut Saldi.

“Berdasarkan pertimbangan hukum demikian, Mahkamah menilai permohonan Pemohon termasuk dalam kategori permohonan kabur (obscuur libel). Dengan demikian eksepsi Termohon mengenai pokok permohonan tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum,” sambungnya menegaskan.