Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) menanggapi dinamika partai politik yang hingga kini semakin enggan untuk menjadi oposisi dari pemerintah.
Hensat menilai, kurangnya minta parpol menjadi oposisi karena tidak adanya dukungan yang besar dari masyarakat kepada parpol oposisi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa parpol oposisi tidak mendapat tambahan kursi pada Pemilu 2024.
“Faktor parpol kini menolak untuk menjadi oposisi menurut saya karena tak ada reward yang signifikan dari rakyat,” kata Hensat kepada wartawan, Minggu (1/9/2024).
“Memang oposisi membantu masyarakat menyuarakan kritiknya, namun kenyataannya suara parpol yang menjadi oposisi justru turun, enggak dipilih juga” sambung dia.
Lebih lanjut, dia mencontohkan dua partai politik yang menjadi oposisi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu PKS dan Partai Demokrat, kini justru memilih menjadi parpol koalisi.
Kedua partai itu dinilai tidak mendapatkan dukungan yang signifikan di Pemilu 2024 padahal kerap memberikan masukan yang kritis kepada pemerintah.
“Reward dari rakyat saat menjadi oposisi terakhir didapatkan oleh PDI Perjuangan yang menang saat pemilu 2014, setelah itu otomatis oposisi tenggelam,” ujar Hensat.
Selain PDIP tidak ada parpol yang mendapatkan reward dari sikapnya beroposisi. Contohnya PKS tidak mendapatkan kenaikan signifikan pada Pemilu 2024.
“Lihat PKS hanya naik 3 kursi di parlemen tahun ini, Demokrat bahkan turun kursinya, itu menunjukkan bahwa menjadi oposisi belum tentu didukung penuh oleh rakyat,” lanjutnya.
Hensat menilai, saat ini tidak ada istilah oposisi jika membicarakan politik di Indonesia. Dia mengatakan, justru saat ini hanya ada istilah kekuatan di luar pemerintah yang sering diartikan rakyat sebagai oposisi.
“Di Indonesia menurut saya tidak ada istilah oposisi, adanya kekuatan di luar pemerintahan. Tapi jika didukung oleh rakyat, harusnya suaranya parpol oposisi naik ya,” jelas Hensat.
Meski begitu, Hensat menilai, oposisi tetap dibutuhkan oleh pemerintah. Sebab, ketiadaan oposisi jelas akan membuat rakyat sulit untuk menyampaikan aspirasi serta masukan untuk pemangku kebijakan.