Market

Utang Negara Dipersoalkan Terus, Sri Mulyani Akhirnya Sebel Juga

Derasnya kritik soal utang pemerintah yang mencapai Rp7.733,99 triliun per Desember 2022, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani jengah juga. Seharusnya tak perlu marah, utang pemerintah pada 2022 bertambah Rp825,03 triliun dibandingkan 2021.

Dalam sebuah seminar dari di Jakarta, Jumat (3/2/2023), Sri Mulyani menumpahkan kekesalannya. Lantaran ada pihak-pihak yang gencar menarasikan bahwa utang pemerintah adalah salah. Ada upaya stigmatisasi politik terhadap utang pemerintah.

Dia bilang, persepsi publik coba digiring kepada sebuah pemahaman bahwa perekonomian suatu negara dianggap sehat jika tidak memiliki utang. Padahal, menurut Sri Mulyani, selama rasio utang terkendali dengan GDP, perekonomian suatu negara masih dalam taraf sehat.

“Jadi memang masyarakat Indonesia perlu untuk terus. Saya anggap media di Indonesia itu, kan selama ini sering menjadikan utang itu sebagai stigma politik. Semoga tidak latah. Itu saja,” kata Sri Mulyani.

Selanjutnya dia menyebut tidak ada negara yang sehat tanpa utang, termasuk Brunei Darussalam, Arab Saudi yang dikenal sebagai negara kaya. Termasuk negara-negara yang ekonominya maju, tetap berutang.

“Tidak ada! Semua negara, mau Brunei Darussalam, Saudi Arabia, semua negara punya. Orang Indonesia kalau lihat utang kayak,  ya sudah-lah, enggak usah ngomong,” kata Sri Mulyani dengan nada agak kesal.

Kata Sri Mulyani, utang merupakan salah satu komponen pemasukan negara. Artinya, pengelolaan utang selalu berkaitan erat dengan pengelolaan keseluruhan APBN. “Kalau bicara pengelolaan utang, ya keseluruhan ekonomi kita. Kalau kita ingin utang turun, (walaupun) rasio (utang Indonesia) 39 itu sehat sebetulnya, itu selama ini terobsesinya sehat itu dianggap nggak ada utang,” papar Sri Mulyani.

Saat ini, kata Sri Mulyani, sumber utang pemerintah adalah surat utang negara atau SUN. Produk keuangan ini, menjadi incaran kaum milenial dan emak-emak yang melek keuangan. Mereka tertarik untuk investasi dengan membeli SUN.

Dikatakan, semakin baik perekonomian Indonesia maka instrumen investasi semakin beragam. Di mana, SUN adalah salah satu instrumennya. Selain menjanjikan cuan yang lumayan, investasinya aman. Karena diawasi berbagai lembaga internasional.

“Currency-nya kita jaga antara rupiah dan forex. Jatuh temponya harus cukup panjang sehingga jangan sampai akan jatuh tempo besok, kita nggak punya buat membayarnya. Ini manajemen utang yang kita kelola dengan prudent,” tegasnya.

Utang Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

Pada Selasa (6/12/2022), Bank Dunia dalam laporan nternational Debt Report 2022 menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar di antara negara berpendapatan menengah-bawah Asia Tenggara.

Menurut laporan itu, pada 2021, total utang luar negeri (ULN) Indonesia sebanyak US$416,47 miliar, setara Rp6.247,05 triliun (kurs Rp15.000/US$). Angka ini jauh melampaui utang negara-negara tetangga.

Semisal, Thailand jumlah ULN-nya mencapai US$211 miliar (Rp3.165 triliun), Vietnam US$136,2 miliar (Rp2.043 triliun), Filipina US$106,4 miliar (Rp1.596 triliun), Kamboja US$20 miliar (Rp300 triliun).

Utang luar negeri (external debt stocks) dalam laporan ini mencakup seluruh utang lembaga pemerintah, bank sentral, bank pembangunan, badan usaha milik negara (BUMN), serta utang perusahaan swasta, baik utang jangka panjang maupun jangka pendek.

Bank Dunia juga melaporkan, utang luar negeri kelompok negara menengah-bawah di seluruh dunia totalnya mencapai US$9 triliun pada 2021, meningkat 5,6% dibanding 2020.

Peningkatan utang secara global itu dinilai bakal berdampak pada naiknya risiko krisis utang di negara-negara berkembang. Apalagi sepanjang 2022 suku bunga bank sentral di banyak negara melambung tinggi akibat terdampak perang Rusia-Ukraina dan gelombang inflasi.

“Krisis utang yang dihadapi negara-negara berkembang semakin intensif. Perlu ada pendekatan komprehensif untuk mengurangi utang, meningkatkan transparansi, dan mempercepat restrukturisasi utang,” kata Presiden Bank Dunia, David Malpass.

“Tanpa adanya pendekatan tersebut, banyak negara akan menghadapi krisis fiskal dan ketidakstabilan politik, sehingga jutaan orang jatuh miskin,” lanjutnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button