News

Ada Kejanggalan, Polisi Dinilai tak Sulit Ungkap Baku Tembak di Rumah Ferdy Sambo

Pengungkapan kasus baku tembak di rumah Kepala Divisi Profesi Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo memasuki babak baru. Pasalnya, Polri telah membentuk tim khusus gabungan melibatkan tim internal dan eksternal Polri dalam mengusut kasus yang menewaskan sopir istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigadir Polisi (Brigpol) J alias Nopriyansyah Yoshua Hutabarat tersebut.

Dalam pandangan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan, langkah pembentukan tim itu perlu disambut baik. Ia optimistis tim bisa mengungkap kejadian itu secara terang benderang lantaran tergolong bukan kasus sulit.

Mungkin anda suka

“Kasus ini bukan kasus yang sulit, menurut saya mudah,” kata Edi dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).

Edy bukan tanpa dasar mengemukakan hal itu. Sebab, tim itu tersebut melibatkan pihak internal dan eksternal Polri. Mereka antara lain Wakapolri, Irwasum, Komnas HAM, dan Kompolnas.

Edy memprediksi, tim membutuhkan waktu sepekan untuk mengungkap kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo itu.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan tentang pembentukan tim gabungan melibatkan pihak internal dan eksternal Polri untuk mengungkap baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

“Saya sudah membentuk tim khusus, Pak Wakapolri yang memimpin,” kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Menurut Sigit, pembentukan tim ini selain untuk mengungkap peristiwa secara terang benderang, juga menangkal isu-isu atau berita agar tidak liar di masyarakat. Tim akan bergerak sehingga rekomendasi gabungan tim eksternal dan internal menjadi masukan.

“Untuk menindaklanjuti hal-hal yang ditemukan guna melengkapi proses penyelidikan dan penyidikan yang ada,” tegas Sigit.

Dia menyebut, Polres Jakarta Selatan menangani kasus ini dengan asistensi dari Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.

Pelecehan

Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan peristiwa penembakan Brigpol J alias Nopryansah Yosua Hutabarat imbas dugaan pelecehan terhadap istri Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

“Brigadir J itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam,” kata Ramadhan, Senin (11/7/2022).

Saat kejadian, kata Ramadhan, yang berada di rumah tersebut ada Brigpol J yang bertugas sebagai sopir. Selain itu, ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bharada E juga berada di rumah lantai dua. Kemudian lalu ada dua saksi lainnya yang berada di lantai atas.

Pada saat Brigpol J menodongkan senjata, istri Kadiv Propam berteriak. Lalu Bharada E yang panik merespon lantaran mendengar teriakan tersebut. Kemudian Bharada E keluar dari kamar dan bertanya apa yang terjadi. Namun, Brigpol J membalas dengan tembakan. Sehingga terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigpol J meninggal dunia.

Irjen Pol Ferdi Sambo ketika itu tidak berada di rumah karena sedang melakukan tes PCR. Setelah kejadian, istri Kadiv Propam baru menelpon suaminya.

Kejanggalan-kejanggalan

Namun, Indonesia Police Watch (IPW)  menilai pernyataan Mabes Polri tersebut mengandung sejumlah kejanggalan.

Menurut Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso, kejanggalan yang paling kentara terlihat dari kronologi versi Polri yang disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan. Pernyataan tersebut yakni, peristiwa saling tembak terjadi dari kamar bawah tempat istri Kadiv Propam, Putri Ferdy Sambo, ditodong senjata oleh korban, dengan Bharada E yang berada di lantai dua rumah dinas.

Bayangkan menembak dari atas, ada 12 peluru yang keluar, dari senjata Bharada E dilesatkan lima proyektil dan kena semua. Sementara posisi korban satu ruangan dengan istri Kadiv Propam yang tidak terluka sedikitpun,” tuturnya.

Dia juga menyoroti luka-luka akibat pantulan peluru (rikoset) yang mengakibatkan wajah maupun badan korban terluka seperti tersayat sebagaimana versi Polri. Sugeng menyebut, proyektil rikoset tetap tembus pada bagian tubuh dan tidak menimbulkan luka seperti tersayat.

“Kalau Ramadhan mengatakan ada hasil visum harusnya diungkap visumnya seperti apa, apakah visum bedah mayat forensik atau bagaimana ini, janggal sekali,” tuturnya.

Sugeng juga meragukan korban yang bertugas menjadi sopir istri Kadiv Propam mengalami lima tembakan akurat dari posisi yang tidak ideal. Bharada E menembak dari lantai dua dengan ketinggian sekitar 10 meter dan lima peluru bisa mengenai korban. Dalih polisi, pelaku berada dalam posisi menguntungkan karena bisa berlindung dari balik dinding.

Menurutnya, perlu diuji apakah peluru yang bersarang di tubuh korban berasal dari lantai dua rumah dinas Sambo. Dia juga menilai, apabila seseorang sudah terkena satu hingga dua tembakan pastilah orang itu akan jatuh terkapar. Apabila peluru yang bersarang lebih dari dua proyektil maka terdapat faktor lain.

“Kalau sampai empat peluru atau lima ini brutal sekali. Apalagi ada luka sayatan juga,” ujarnya.

Dia menyarankan Kapolri Sigit untuk segera membentuk TGPF agar kasus ini bisa diungkap secara menyeluruh. Namun Sigit perlu menonaktifkan Sambo sementara tim bertugas mencari fakta.

“Jangan lupa jari korban itu terputus. Visum harusnya dibuka saja supaya clear. Apabila ada luka sayatan dan tembakan maka ada faktor kebencian dalam kasus ini. Tanpa mengurangi rasa empati bagi keluarga korban, saya harap mereka juga mau bersuara, namun Kapolri sebaiknya membentuk TGPF dan menonaktifkan Sambo,” ujar Sugeng.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button