Market

Utang Tembus Rp7.000 Triliun, Investor Global Mikir-mikir

Ekonom menilai aman utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali membengkak hingga tembus Rp7.000 triliun. Namun, jika angkanya terus merangsek naik bakal membuat investor global berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata mengatakan, rasio utang Indonesia saat ini di level 40,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan nominal tembus Rp7.000 triliun per Februari 2022.

“Kesepakatan bersama berbagai negara bahwa ambang 60% dikatakan rasio utang pemerintah relatif sehat dan tidak memberikan risiko berlebihan atau signifikan kepada pemerintah sebagai pengelola keuangan negara,” katanya kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Berdasarkan rilis terbaru laman APBN KiTa Kementerian Keuangan, utang pemerintah sudah mencapai Rp7.014,58 triliun per 28 Februari 2022. Utang tersebut bertambah cukup signifikan apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada sebulan sebelumnya atau per 31 Januari 2022 yakni Rp6.919,15 triliun.

Dalam rentang waktu sebulan, utang negara sudah bertambah sebesar Rp95,43 triliun. Selain itu, utang pemerintah tersebut juga mencatatkan rekor baru, yakni menembus level di atas Rp 7.000 triliun.

Investor Global Mikir-mikir

Namun, Josua mewanti-wanti jangan sampai rasio utang terus mengalami kenaikan terhadap PDB. “Pada saat rasio utang tinggi, investor global pun akan mikir-mikir. Lebih baik saya cari negara berkembang lain yang tingkat rasio utangnya rendah,” timpal dia.

Untuk saat ini, Indonesia masih terhitung memiliki daya tarik baik bagi Foreign Direct Investment (FDI) maupun portofolio di pasar modal. “Sebab, rasio utang terhadap PDB ketimbang negara berkembang lainnya, kita merupakan salah satu yang cukup rendah,” ujarnya.

Ambang batas rasio utang 60% PDB menjadi kesepakan bersama dan bagi investor menjadi hal penting untuk pertimbangan berinvestasi. “Jadi, itu tidak ada ketentuan baku tapi merupakan kesepakatan bersama dari berbagai negara secara global,” papar Josua.

Secara ilmiah, dia menegaskan, selama masih di bawah 60%, rasio utang RI masih aman dan dapat terbukti secara teori ilmu ekonomi. Memang, ada juga negara-negara maju yang tingkat rasio utangnya lebih dari 60%. “Tapi, kondisinya berbeda dengan negara-negara berkembang termasuk Indonesia, India, Malaysia, dan negara berkembang lainnya,” ucapnya.

Amerika Serikat, kata dia, menganut modern monetary theory (MMT) sehingga tidak khawatir jika rasio utangnya lebih dari 100% PDB. “Ini tidak sampai memberatkan inflasi di negara-negara maju. Tapi, khusus untuk negara berkembang rasio utang tinggi seperti itu akan menjadi lebih sensitif terhadap inflasi dan ekonomi secara keseluruhan,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button