Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai Undang-Undang TNI yang baru disahkan oleh DPR tetap pada koridor karena UU itu tetap melarang prajurit untuk berbisnis dan berpolitik. Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat untuk menelaah undang-undang itu termasuk pasal-pasal yang direvisi, serta mengawal implementasinya.
“Jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme, dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” ujar Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (22/3/2025).
Larangan berpolitik dan berbisnis untuk prajurit sebelumnya juga diatur dalam UU TNI yang lama, yaitu UU No.34 Tahun 2004.
Dalam kesempatan yang sama, Fahmi mengajak publik untuk mengawal perubahan yang ada agar tetap berada dalam koridor semangat reformasi.
“Beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah bagaimana peran baru TNI dalam OMSP diterapkan, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, dan bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” kata Khairul.
Dia berpendapat kontrol sipil terhadap TNI tetap harus berjalan dengan ketat, karena itu menjadi salah satu cara untuk menghindari meluasnya pengaruh militer dalam birokrasi negara.
“Kontrol terhadap penerapannya (UU TNI yang baru) tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat untuk menghindari potensi melebar ya pengaruh militer dalam birokrasi negara yang banyak dikhawatirkan,” jelasnya.
Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Rapat itu dihadiri oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku wakil pemerintah, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan jajaran pejabat dari Kementerian Hukum dan Kementerian Keuangan.