AstraZeneca, dalam sebuah pengakuan yang diberikan melalui dokumen hukum kepada Pengadilan Tinggi London, menyatakan bahwa vaksin COVID-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS) meskipun dalam kasus yang sangat jarang.
Informasi ini, yang diperoleh dari The Telegraph, menambah daftar panjang diskusi mengenai keamanan vaksin dalam konteks pandemi global.
TTS adalah kondisi langka yang melibatkan pembekuan darah bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit, yang bisa berakibat serius jika tidak ditangani dengan cepat.
Pembekuan darah ini bisa terjadi di berbagai lokasi seperti otak, perut, atau bahkan di kaki, dengan gejala yang bervariasi mulai dari pusing hingga nyeri dan pembengkakan.
Namun, di Indonesia, situasinya tampak berbeda. Menurut Hindra Irawan Satari, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (Komnas PP KIPI), tidak ada laporan kasus TTS yang terkait dengan vaksin AstraZeneca.
“Dari lebih dari 70 juta dosis yang telah disuntikkan, kami tidak menemukan satu pun kasus TTS,” ujar Hindra dalam sebuah wawancara.
Pernyataan ini didukung oleh surveilans yang dilakukan oleh Komnas PP KIPI, yang mencakup pemantauan di 14 rumah sakit di tujuh provinsi selama lebih dari satu tahun, dari Maret 2021 hingga Juli 2022.
Surveilans ini meliputi pengamatan langsung dan pengumpulan data dari kasus-kasus kesehatan yang timbul setelah imunisasi, dengan fokus pada pengidentifikasian potensi KIPI.
Di sisi lain, Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, menegaskan bahwa vaksin yang beredar telah melalui proses persetujuan yang ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan telah diuji coba secara luas.
“Manfaat vaksin ini, yang telah menyelamatkan jutaan nyawa, jauh lebih besar daripada efek sampingnya yang sangat jarang,” jelas Nadia.
Nadia juga mengingatkan bahwa meskipun efek samping adalah bagian dari risiko vaksinasi, penting bagi masyarakat untuk melaporkan segala gejala yang tidak biasa ke fasilitas kesehatan terdekat. Hal ini memungkinkan otoritas kesehatan untuk terus memantau dan mengevaluasi efek vaksin secara real-time.
Sementara vaksin AstraZeneca terus digunakan sebagai bagian dari upaya vaksinasi global, pengakuan terbaru ini menyoroti pentingnya transparansi dan pengawasan yang ketat dalam penggunaan vaksin. Di Indonesia, pendekatan hati-hati terhadap keamanan vaksin dan pengelolaan resiko potensial tetap menjadi prioritas utama dalam strategi kesehatan nasional.