Dua penumpang kereta yang diduga terinfeksi virus Marburg dievakuasi dari Stasiun Kereta Api Hamburg, Rabu (2/10/2024) siang waktu setempat.
Tim kesehatan yang dilengkapi dengan pakaian hazmat penuh membawa kedua korban, seorang mahasiswa kedokteran dan pacarnya, setelah mereka menunjukkan gejala mirip flu saat berada di dalam kereta.
Para penumpang lainnya segera dipindahkan, sementara polisi menutup dua jalur di stasiun tersebut selama beberapa jam sebelum akhirnya dibuka kembali.
Menurut laporan dari koran Die Welt, Unit Pemadam Kebakaran Hamburg dipanggil oleh salah satu korban yang mengalami muntah ringan.
“Salah satu dari mereka menghubungi pemadam kebakaran karena merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya,” ujar seorang petugas, seperti dikutip dari Politico.
Sementara itu, tabloid ‘Bild’ melaporkan bahwa kedua korban baru tiba di Jerman dengan penerbangan langsung dari Rwanda, negara yang telah dinyatakan mengalami wabah virus Marburg sejak 27 September.
Mereka sebelumnya sempat menangani pasien yang kemudian terdiagnosis terinfeksi virus mematikan tersebut.
Mahasiswa kedokteran dan pasangannya itu segera dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Eppendorf yang memiliki spesialisasi dalam menangani penyakit tropis. Pihak berwenang juga mengamankan bagasi mereka untuk meminimalkan risiko penularan.
Rwanda, negara di Afrika Timur, mengumumkan bahwa delapan orang telah meninggal akibat virus Marburg sejak akhir pekan lalu, sementara 26 pasien lainnya masih dalam perawatan.
Virus Marburg diketahui menyebabkan demam, muntah darah, dan diare, dengan tingkat kematian hingga 88 persen. Virus ini menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh pasien dan memiliki gejala yang mirip dengan Ebola. Namun, berbeda dengan Ebola, hingga saat ini belum ada obat atau vaksin yang efektif untuk mengobati Marburg.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengerahkan tim beranggotakan tujuh ahli penyakit hemoragik global ke Rwanda, lengkap dengan peralatan medis untuk membantu penanganan wabah di negara tersebut.
Selain itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga telah mengirimkan para ahli ke Rwanda untuk mendukung upaya pengujian dan pelacakan kontak penularan.
Meski wabah ini sangat mengkhawatirkan, Rwanda dinilai memiliki sistem kesehatan publik yang cukup kuat untuk menangani situasi ini.
“Dengan sistem tanggap darurat kesehatan yang sudah mapan, WHO bekerjasama dengan pemerintah Rwanda untuk memberikan dukungan yang diperlukan,” ujar Dr. Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.
Virus Marburg, yang ditularkan oleh kelelawar buah, masuk dalam keluarga yang sama dengan virus Ebola dan hingga saat ini terus menjadi ancaman global karena tidak adanya pengobatan yang efektif.