Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk memperpanjang lagi masa penahanan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara.
Keempat tersangka tersebut adalah Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys, serta tiga pejabat PT Totalindo Eka Persada (TEP): Donald Sihombing (Direktur Utama), Saut Irianto Rajagukguk (Komisaris), dan Eko Wardoyo (Direktur Keuangan).
“Ada pemanggilan empat tersangka untuk perkara Rorotan. Dan per hari ini untuk empat tersangka itu dilakukan perpanjangan penahanan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/12/2024).
Tessa menjelaskan bahwa perpanjangan masa penahanan ini merupakan yang terakhir, dengan durasi tambahan 30 hari di bawah kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.
“Artinya apa? Dalam 30 hari ke depan, tentunya perkara Rorotan ini akan dilakukan pelimpahan. Maksimal 30 hari ke depan akan disidangkan nanti,” jelasnya.
Sebelumnya, KPK telah menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara oleh PPSJ pada tahun 2019–2020, pada Rabu (18/9/2024).
Mereka adalah Indra S. Arharrys, Donald Sihombing, Saut Irianto Rajagukguk, dan Eko Wardoyo.
Selain Indra Cs, KPK juga menetapkan Eks Direktur Utama PPSJ, Yoory C. Pinontoan, juga kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengadaan lahan di Rorotan. Namun, ia lebih dulu ditahan terkait pengadaan lahan di Munjul, Ujung Menteng, dan Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Dalam konstruksi perkara, adanya dugaan mark-up harga pembelian tanah untuk pengadaan lahan di Rorotan. Dugaan ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp223 miliar, yang timbul akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) pada 2019–2021.
Nilai kerugian negara tersebut dihitung dari selisih pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari PPSJ sebesar Rp371 miliar, dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal (PT Nusa Kirana Real Estate/PT NKRE) serta biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB, dan biaya notaris, yang berjumlah total Rp147 miliar.
Para tersangka dijerat dengan pasal kerugian negara yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.