Hangout

Waspadai Gagal Jantung dan Ketahui Cara Mengantisipasinya

Rabu, 09 Nov 2022 – 02:20 WIB

Gagakl jantung

Foto: istock

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK), dr. Rarsari Soerarso, Sp.Jp (K) menjelaskan bahwa jantung koroner, hipertensi hingga apnea tidur merupakan beberapa faktor risiko dari terjadinya gagal jantung.

“Jantung kalau rusak, ya sudah (meninggal). Jantung jadi bagian terpenting karena memompa darah ke seluruh tubuh. Apabila bermasalah, ia akan memicu adanya gangguan lain (dalam tubuh),” katanya saat ditemui di Soft Launching Ventricle Building RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Selasa (8/11/2022).

Dari sekian banyaknya tanda mengalami gagal jantung, ia juga menyebut sesak nafas sebagai tanda awal. “(ciri pertama) Gampang capek, sesak napas. Yang paling sering itu kalau nggak ada apa-apa, tiba-tiba (jantung) kok terasa debar-debar. Atau kadang-kadang, pas lagi ngobrol nih, kok napas megap-megap. Nah itu tanda awal (dari munculnya gagal jantung),” sambungnya.

Di samping itu, dirinya juga menyebut bahwa Indonesia merupakan negara paling tinggi di Asean yang memiliki angka pasien gagal jantung dengan usia produktif (di bawah 50 tahun) sebesar 17 persen. Jauh berbeda dengan di Malaysia yang hanya 1 persen, Filipina 10 persen, atau Vietnam yang hanya 3 persen.

Bahkan, data yang dihimpun oleh Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sepanjang 2018-2022 menunjukan, sebanyak 452 mengidap gagal jantung. Secara komposisi gender, laki-laki sebanyak 81 persen, sementara perempuan 19 persen (dengan rentang usia 18-84 tahun).

Terkait komposisi gender laki-laki lebih mendominasi, Rasrari mengungkapkan, secara psikologis dan sosial, beban yang dialami pria lebih berat dibanding perempuan. Sehingga hal itu mendorong pria menjadi lebih stres dan berakibat pada lebih mudahnya mengalami gagal jantung.

“Memang laki-laki secara hormonal berbeda dari perempuan. Dan beban yang dipikul juga lebih berat daripada perempuan. Jadi ada penelitian mengatakan, bahwa secara ontologis, psikologis dan sosial, (beban dan tekanan) pria memang lebih berat,” kata lulusan Kedokteran Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan dari Universitas Indonesia ini.

Oleh sebab itu, dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk selalu mengontrol secara ketat atas penggunaan obat dan memperbaiki gaya hidup juga melakukan pemantauan atas kesehatan dengan cermat.

Bahkan, lanjut Rarsari, jika diperlukan melakukan pengobatan, itu harus segera dilakukan. “Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegahnya menjadi lebih buruk (menurunkan resiko kematian dan kebutuhan rawat inap), meredakan gejala, dan meningkatkan kualitas hidup,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button