News

Wewenang IDI Potensi Dipreteli

Rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang memutus eks Menkes Terawan Agus Putranto diberhentikan secara permanen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terus menuai kontroversi. Belakangan muncul wacana dari parlemen untuk meninjau ulang kelembagaan IDI sebagai wadah tunggal organisasi kedokteran.

Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago menilai, IDI sudah menjadi lembaga elitis yang tidak melindungi seluruh anggota secara fair. Malahan terkesan menjadi momok para dokter karena takut surat tanda registrasi (STR) untuk membuka praktik tidak diperpanjang organisasi.

“IDI sudah menjadi organisasi yang elitis, superbody, dan arogan,” ujar Irma kepada Inilah.com, Selasa (29/3/2022).

IDI memiliki wewenang menerbitkan sertifikat kompetensi dan rekomendasi izin praktik berdasarkan UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU No. 20/2003 tentang Pendidikan Dokter. Wewenang tersebut mulai dipertanyakan banyak pihak karena memberi ruang besar bagi IDI untuk monopoli.

Pernyataan Irma tidak lepas dari kontroversi rekomendasi pemberhentian permanen Terawan dari keanggotaan IDI dengan alasan terbukti melakukan pelanggaran etika terkait praktik terapi cuci otak. Pemecatan ini praktis membunuh karier Terawan karena tidak bisa lagi buka praktik.

“Ke depan IDI dapat menjadi wadah organisasi profesi yang memberikan support dan punishment yang fair pada anggotanya, tidak menjadi organisasi yang superbody dan malah menjadi momok bagi para anggotanya,” tambahnya.

Pada sisi lain, Irma meyakini, secara organisasi IDI sudah tidak profesional lagi dalam menjalankan fungsi organisasi karena ditengarai menjadi antek korporasi farmasi. Padahal IDI memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan mutu dokter.

Dia juga mempertanyakan peran IDI dalam memperjuangkan kebutuhan dokter spesialis. Irma mengaku memiliki data sebanyak 2.500 dokter muda terancam menganggur karena tidak lulus uji kompetensi.

“Kalau fungsinya malah cuma jadi kepanjangan tangan korporasi farmasi enggak ada gunanya. Bisa mati suri nanti inovasi anak bangsa untuk memproduksi alkes dan kebutuhan kefarmasian dalam negeri,” tuturnya.

Diketahui Komisi IX DPR telah memanggil IDI untuk mengklarifikasi rekomendasi pemecatan terhadap Terawan dalam rapat dengar pendapat umum yang turut menghadirkan pakar hukum. Rapat yang diagendakan sejatinya pagi atau siang tadi batal terlaksana lantaran IDI meminta jadwal ulang.

IDI meminta rapat diundur menjadi Kamis (31/3/2022) karena masih sibuk merampungkan dokumen hasil Muktamar ke-31 di Banda Aceh. Salah satu hasil muktamar selain mengukuhkan pengurus baru yaitu, merekomendasikan pemecatan permanen Terawan. [WIN]

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button