Hangout

WHO Soroti Kasus KLB Polio Indonesia

who-soroti-kasus-klb-polio-indonesia

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia mendapat perhatian khusus dari WHO. Pada 19 Desember 2022, WHO resmi mengeluarkan Diseases Outbreak News tentang KLB Polio di Indonesia, dengan judul Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) – Indonesia.

“Dituliskan secara rinci apa yang terjadi di Pidie, Aceh dan tindakan yang sudah dilakukan sejauh ini. Keadaan dinyatakan sudah bersirkulasi di masyarakat, makanya ada “c” di depan VDVP2 yaitu virus penyebab KLB ini,” papar Tjandra Yoga Aditama kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu, (21/12/2022).

Masih menurut Tjandra Yoga, ada dua alasan kenapa disebut sudah bersirkulasi dan menular di masyarakat. Pertama karena ada beberapa kasus yang sample-nya diperiksa ternyata saling berhubungan secara genetik (genetically related isolates).

Kemudian yang kedua ternyata hasil dari laboratorium sekuensing dari Biofarma menunjukkan perubahan 25 nukloetida untuk pasien dengan kasus lumpuh layu AFP (acute flaccid paralysis) serta perubahan nukleotida 25 dan 26  pada kasus yang tidak bergejala atau asimtomatik.

Tjandra Yoga menjelaskan, yang menarik dan perlu segera ditindak lanjuti setidaknya melalui diplomasi kesehatan internasional, adalah anjuran WHO yang tertulis dalam WHO advice di dokumen tentang Indonesia dua hari lalu ini.

Dia menambahkan, secara jelas disebutkan oleh WHO berdasar rekomendasi dalam pernyataan PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) bahwa negara yang ada kasus importasi cVDPV2 yang sudah bersirkulasi dalam bentuk transmisi lokal harus:

1. Menyatakan KLB sebagai masalah kegawatan kesehatan nasional, national public health emergency, dan

2. “Menganjurkan penduduk kita (dan juga orang asing yang lama tinggal di sini) untuk mendapatkan vaksin polio injeksi (IPV) 4 minggu sampai 12 bulan sebelum bepergian ke luar negeri,” tambahnya.

Ke dua hal ini masih menurut Tjandra Yoga, tentu punya dampak yang luas jika memang akan diberlakukan, karena itu, sejak saat ini harus dicari jalan keluar terbaiknya.

“Berbagai kemungkinan dampaknya perlu diantisipasi sejak hari-hari ini dan potensi yang merugikan perlu dicegah agar jangan sampai terjadi. Artinya, penanganan epidemiologik di lapangan perlu berjalan bersama diplomasi kesehatan internasional,” papar Mantan DirJen Pengendalian Penyakit dan Mantan Kepala Balitbangkes itu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button