Market

Wong Cilik Diburu Pajak, Ekonom Ingatkan Kesenjangan Sosial Menjulang

Ekonom senior, Anthony Budiawan mengingatkan pemerintahan Jokowi tentang menjulangnya kesenjangan sosial. Bak syair lagu saja. Yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin.

Managing Direstor Political Economic and Policy Studies (PEPS) itu, menerangkan, mahalnya harga sejumlah komoditas seperti minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan batu bara, hanya dinikmati segelintir orang saja. Yakni mereka yang berkecimpung di bisnis sawit dan pengusaha batu bara.

Mungkin anda suka

“Sementara rakyat berpenghasilan rendah atau miskin, tambah miskin. Karena dihadapkan dengan harga barang yang mahal. Ditambag beban pajak yang semakin mencekik,” papar Anthony kepada Inilah.com, Jakarta, Sabtu (6/8/2022).

Dia bilang, kebijakan fiskal pro orang kaya tergambar dari penurunan tarif pajak untuk kelompok kaya dalam jumlah signifikan. Membuat kesenjangan sosial semakin buruk dan pemberantasan kemiskinan lumpuh.

Alhasil, jumlah warga miskin berpendapatan US$5,5 per orang per hari, pada 2011 mencapai 150,2 juta orang. Atau 56,1 persen dari total jumlah penduduk. “Ekonomi Indonesia semakin tidak berdaya. Pembangunan industri gagal. Eksploitasi kekayaan alam semakin menjadi-jadi,” tuturnya.

Seiring anjloknya harga komoditas sejak 2011, kata dia, membuat neraca transaksi berjalan, mengalami defisit akut yang terus membesar. Keuangan negara semakin buruk, penerimaan negara melemah, defisit anggaran meningkat tajam, utang negara meningkat tajam. “Utang naik dari Rp2.608 triliun pada 2014 menjadi Rp6.900 triliun pada 2021,” imbuhnya.

Sedangkan defisit transaksi berjalan, menurut Anthony, membuat porsi utang luar negeri (ULN) melesat tajam. Dimotori utang pemerintah dan BUMN.

“Dalam catatan saja, ULN naik 41,8 persen menjadi 416 miliar dolar AS pada 2021. Dimotori kenaikan utang pemerintah dan BUMN yang masing-masing naik 61,7 persen dan 92,4 persen,” tuturnya.

Ketika beban untuk pembayaran utang naik, kata Anthony, justru menambah beban rakyat kecil. “Pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen, dan memperluas barang kena pajak,” ungkapnya.

Artinya, tegas Anthony, rakyat kelompok menengah ke bawah dibebani pajak relatif lebih besar terhadap pendapatannya. Langkah ini ditempuh negara untuk menambal defisit dan pembayaran bunga utang yang melonjak.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button