Wujudkan Ketahanan Pangan dan Energi, BPDP Dorong Hilirisasi Sawit Berkembang Pesat


Kepala Bidang Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Achmad Maulizal menyebut pentingnya mendorong hilirisasi sawit demi mewujudkan ketahanan pangan dan energi. Sekaligus implementasi dari Asta Cita yang digagas Presiden Prabowo.

Dia menjelaskan, penguatan hilirisasi sawit sudah tertuang dalam program Presiden Prabowo seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

“Untuk mencapai Indonesia emas, peran BPDP adalah mendorong kemandirian pangan dan energi, lewat hilirisasi sawit  Ini sesuatu yang menarik sebagai fokus kegiatan hari ini,” kata Maulizal dalam sebuah diskusi di Bogor, Jawa Barat (Jabar), dikutip Senin (24/2/2025).

Dalam konteks swasembada energi, dia menyebut, Indonesia harus menyiapkan minyak nabatinya untuk mengganti energi fosil. Di mana,  hilirisasi sawit pun bisa menopang industri lain seperti maritim.

“Misalnya, helm sawit ini untuk mendukung kegiatan maritim. Lalu perahu-perahu yang terbuat dari hasil samping sawit juga bisa mendukung kegiatan maritim nelayan,” sambungnya.

Maulizal menambahkan, fokus BPDP pada tahun ini, terus menggenjot pelaksanaan PSR tetap. Tanpa PSR, Maulizal mengatakan, produktivitas sawit Indonesia terus menurun. Saat ini saja, produktivitas petani hanya 2,5-3 ton per ha per tahun.

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo meyakini, kebutuhan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bakal terus meningkat di masa depan. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan program biodiesel B40 tahun 2025. Diperkirakan kebutuhan CPO untuk B40 mencapai 15,6 juta yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2025.

“Setiap meningkatkan persentasenya ini pasti ada kajian-kajian, misalnya uji jalan, uji mesin dan lain sebagainya. Sekarang pun  kami sudah tes untuk B50, supaya kita siap ketika nanti akan diimplemenetasikan,” jelas Edi.

Saat ini, kata Edi, penerapan biodiesel relatif lancar baik dari sisi pasokan maupun penyaluran. Dia mencontohkan dari sisi kualitas, saat ini sudah jarang terdengar isu terkait teknis seperti mesin yang cepat rusak.

“Isu teknis filter bahan bakar, ini pas awal awal aja isunya. Setelah saat ini tidak lagi isu yang sering muncul itu,” ungkapnya.

Dia bilang, manfaat biodiesel sangat signifikan bagi negara, khususnya mengurangi impor. Sehingga terjadi penghematan devisa US$9,33 miliar atau Rp149,28 triliun (kurs Rp16.000/US$) pada 2024.

Dia memproyeksikan pada B40 setidaknya devisa yang dapat dihemat sebesar Rp147,5 triliun, pengurangan emisi sebesar 41,46 juta ton CO2 ekuivalen, dan peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp20,98 triliun. “Ke depan ada B50, kami masih lakukan kajian. Bagaimana aspek kecukupan CPO-nya. Karena untuk B40 saja menyedot 28 persen CPO yang digunakan,” ujarnya.

Kepala Bidang Sustainability Aprobi, Rapolo Hutabarat mengatakan, pelaku usaha terus mendukung program pemerintah dalam meningkatkan mandatori biodiesel. Dia merinci sejak 2005 kapasitas terpasang biodiesel terus naik, tahun 2024 mencapai lebih dari 20 juta kilo liter (k/l).

Rapolo menerangkan, pemerintah perlu mendorong pengembangkan energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur. “Perusahaan bioetanol yang bernaung di Aprobin ada beberapa. Program bioetanol itu belum berjalan seperti yang ditetapkan regulasi. Di Jawa Timur, misalnya, sudah ada percampuran. Kita dorong berjalan program bioetanol bisa jalan baik dari sawit atau minyak nabati lainnya,” jelasnya.

Dikatakannya, bioavtur pun akan menjadi kebutuhan energi ramah lingkungan ke depan yang wajib digunakan di Eropa. “Pada 2026 atau 2027 semua penerbangan yang mendarat ke Eropa harus menggunakan bioavtur,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni), Sahat Sinaga menilai, Presiden Prabowo sangat optimistis dengan peran sawit untuk kemandirian pangan dan energi. Namun, pemerintah pelu enyusun arsitektur untuk pembangunan industri sawit di masa depan.

“Saya kira ada yang input ke Presiden Prabowo kalau sawit masa depannya bagus. Namun saat ini sawit tidak ada arsitekturnya,” ujarnya.

Dia mencontohkan, ketiadaan arsitektur sawit bisa dilihat dari produksi yang terus turun. Pada 2023, produksi sawit sebanyak 50 juta ton dari lahan seluas 16,38 juta hektare. Setahun kemudian anjlok ke level 48 juta ton. “Artinya terjadi penurunan 4 persen dalam setahun. Ini tidak bisa dibiarkan. Makanya kami dorong agar pemerintah bikin arsitektur sawit dulu,” imbuhnya.

Ketua Pelaksana Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit, Qayum Amri mengatakan, hilirisasi sawit, memang bukan barang baru. Namun perlu dukungan seluruh pihak agar bisa berkembang pesat.

“Kita melihat langsung produksinya seperti apa. Jadi tidak hanya sekadar informasi, teori, tapi juga prosesnya. Masyarakat perlu tahu hilirisasi sawit tidak hanya berbentuk minyak goreng. Bahkan sudah ada helm dari sawit. Dan produk turunan lainnya,” papar Qayum.