Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti cita-cita presiden terpilih, Prabowo Subianto, perlu pasokan listrik yang mumpuni. Rasa-rasanya, penambahan pasokan setrum di masa depan menjadi tak terelakkan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Indonesia (FEB-UI), Telisa Aulia Falianty menjelaskan, permintaan dan pasokan listrik di Indonesia, tidak bersifat statis, namun dinamis.
Pasca pandemi COVID-19, kata dia, terjadi lonjakan permintaan listrik yang menjadi pertanda kepada membaiknya operasional perusahaan yang menopang aktivitas perekonomian. Termasuk berkembangnya ekonomi digital.
“Perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat, ditambah tren mobil listrik, menjadi faktor melonjaknya kebutuhan listrik yang signifikan. sehingga istilah listrik saat ini oversupply, menjadi tidak benar,” ungkap Telisa di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Saat ini, kata ekonom senior itu, konsumsi listrik di masyarakat mengalami lonjakan, sejalan dengan pulihnya perekonomian nasional. Seiring kenaikan permintaan listrik itu, perlu ada langkah konkret untuk menambah pembangkit listrik.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu berpandangan senada. Kebutuhan listrik terus meningkat, tidak tepat jika ada yang menyebut produk listrik di Indonesia sudah oversupply. “Growth cukup tinggi ya,” kata Jisman, Jumat (4/10/202).
Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemerintah bakal menggenjot konsumsi listrik per kapita hingga 6.500 kilowatt per hour (kWh).
“Target itu dipatok untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun di era presiden terpilih, Prabowo Subianto,” kata Bahlil.
Saat ini, lanjut Bahlil, target konsumsi listrik per kapita hanya di kisaran 4.000 kWh-5.000 kWh. Angka tersebut dinilai hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen.
“Jadi kami target konsumsi listrik per kapita, kemarin, angkanya 4.000 sampai 5.0000 (kWh). Tapi, itu kita lihat pertumbuhan ekonominya hanya sampai 5 persen,” kata Bahlil.
Dewan Energi Nasional (DEN), kata Bahlil, telah menghitung jika konsumsi listrik per kapita hanya ditargetkan sebesar 5.500 kWh, maka pertumbuhan ekonomi hanya bisa mencapai 6 persen per tahun.
“Saya sebagai Ketua Harian DEN sudah memutuskan kalau di angka 5.500 kWh itu hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 6 persen,” tambahnya.
Karena itu, pemerintah memutuskan untuk mendorong konsumsi listrik per kapita setidaknya di angka 6.000 kWh hingga 6.500 kWh untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, seperti yang dicanangkan Prabowo Subianto.
“Ini sejalan dengan arah kebijakan Pak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Mas Gibran. Jadi nanti kita breakdown dia di RUPTL, seterusnya ini nanti Dirut PLN, kita akan bicarakan,” jelas Bahlil.