Market

Hilangkan Gunung Wato-wato, Warga Buli Minta Menteri ESDM Cabut Izin Tambang Priven Lestari

Sejumlah aktivis lingkungan bersama warga Buli, Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara (Malut), mendesak Menteri ESDM Arifin Tasrif  mencabut izin pertambangan PT Priven Lestari. Karena merusak Gunung Wato-wato yang memiliki hutan lindung dan hutan desa yang berfungsi sebagai wilayah resapan air.

Said Marsauli, Warga Buli yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato, mengatakan, kegiatan tambang PT Priven Lestari lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya. Dari kawasan hutan Wato-Wato, terdapat mata air yang mengalir melalui tiga sungai besar dan beberapa anak sungai yang selama ini menjadi sumber air utama bagi ribuan warga, bahkan menjadi sumber air baku bagi PDAM Buli. “Kini semuanya rusak,” tandasnya, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Mungkin anda suka

Selain itu, kata Said, kaki gunung Wato-Wato ini, terdapat lahan pertanian dan perkebunan warga yang ditanami pala, cengkeh, dan nanas. Semua itu adalah sumber utama perekonomian warga. “Kini, upaya paksa pemerintah dan PT Priven Lestari untuk membongkar gunung Wato-Wato berpotensi besar melenyapkan seluruh sumber kehidupan warga tersebut. Upaya paksa ini, terlihat dari proses pembahasan atau konsultasi publik dokumen AMDAL sejak 2015 hingga 2018 yang tidak mengakomodasi suara penolakan warga,” paparnya.

Baca Juga:

Ingin Hemat Biaya Listrik Rumah Tangga, Ikuti Saran Kementerian ESDM

Ismunandar, warga Buli juga, menerangkan, atas penolakan tambang yang menimbulkan kerusakan lingkungan itu, warga justru ditangkapi dengan upaya kriminalisasi. Muncul surat panggilan dari aparat kepolisian terhadap sebelas warga penolak tambang pada Juli 2023. Tuduhannya mengada-ada, yakni penganiayaan, pengancaman, dan pengrusakan. “Padahal, apa yang dilakukan warga adalah semata-mata mempertahankan ruang hidup terakhirnya, gunung Wato-Wato dari cengkeraman perusahaan tambang,” kata Ismunandar.

Untuk itu, kata Ismunanda, warga Buli mendesak Menteri LHK Siti Nurbaya untuk tidak memproses pengajuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari PT Priven Lestari. Serta memberikan sanksi hukum yang tegas atas penambangan PT Priven Lestari yang merusak kawasan hutan. “Kami juga mendesak aparat kepolisian untuk menghentikan proses hukum terhadap warga yang dilaporkan. Jangan menjadi centeng korporasi,” pungkasnya.

Asal tahu saja, aktivitas penambangan di Haltim, Malut, menimbulkan kehancuran atas ruang hidup warga. Mulai dari wilayah daratan hingga pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Wilayah ini, sebelumnya kaya akan pala dan cengkeh. Saat ini, terdapat 27 izin usaha pertambangan (IUP), dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektare.

Dari total izin tambang itu, PT Aneka Tambang (Persero/Antam) adalah salah satu perusahaan pemegang konsesi terbesar, menguasai daratan Halmahera hingga pulau kecil Gee dan Pakal. Selain Antam yang ‘sukses’ memporak-porandakan wilayah daratan, pesisir, dan laut, kini, Gunung Wato-Wato yang esensial bagi warga, tengah diincar PT Priven Lestari. 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button