Market

YLKI Apresiasi Kejagung tapi Masalah Migor Masih Panjang

Ketua YLKI Tulus Abadi memuji keseriusan Kejagung mengungkap mafia minyak goreng. Namun, bukan berarti masalah selesai. Sektor hulu perlu dibenahi.

Dia bilang, pemerintah perlu segera membenahi tata niaga minyak goreng (migor) dari hulu. Pada dasarnya, menurut dia, harga minyak goreng dipengaruhi oleh struktur pasar di sisi hulu sehingga pembenahan seharusnya dilakukan di sisi tersebut.

“Soal minyak goreng lebih ke persoalan rusaknya struktur pasar di sisi hulu. Jika Pemerintah memang serius untuk mengatasi kemahalan harga minyak goreng, harus diperbaiki dari sisi hulu,” kata Tulus, dikutip Kamis (21/4/2022).

Tulus mengemukakan, kemahalan harga minyak goreng menjadi masalah serius dan memerlukan kerja sama dari semua pihak untuk mengatasinya. Termasuk DPR dengan lebih intensif melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam hal ini menteri perdagangan.

Ia pun berharap agar DPR mampu berperan untuk mengatasi buruknya tata niaga minyak goreng tersebut. Dan, Puan Maharani sebagai Ketua DPR dapat berperan mengatasi persoalan mahalnya harga minyak goreng dengan melakukan fungsi pengawasan secara optimal.

Melalui fungsi pengawasan tersebut, Puan dapat mengawasi kerja Pemerintah sehingga penyelesaian persoalan minyak goreng, terutama terkait dengan lonjakan harga, dapat didorong untuk segera diselesaikan. “Sebagai DPR, ya, mengawasi Pemerintah,” kata Tulus.

Dalam mengungkap para mafia migor, Kejagung memberangus empat tersangka, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana (IWW); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), Stanley MA (SMA); dan General Manager di PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang (PT).

Kejagung menyampaikan bahwa tiga tersangka dari pihak perusahaan tersebut telah secara intens berusaha mendekati tersangka IWW agar mengantongi izin ekspor minyak sawit mentah.

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button