Hangout

Zat Gizi Berperan dalam Pertumbuhan Tinggi Badan Anak

Kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial yang bersumber dari protein hewani. Hal ini dikarenakan kelengkapan, kecukupan dan bioavailabilitas asam amino esensial pada protein hewani lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein nabati.

Protein nabati memiliki limiting amino acids yang menghasilkan pembentukan protein misalnya hormon pertumbuhan yang kurang efektif. Meskipun demikian, perlu memperhatikan juga perbandingan protein dan energi untuk mencapai kenaikkan berat badan atau tinggi badan yang cukup.

Perbandingan protein dan energi sebesar 1,6 gr/100 kcal atau 6,4 persen terbukti secara konsisten menghasilkan penambahan panjang memuaskan pada anak normal, tetapi dalam keadaan malnutrisi mulai dari weight faltering sampai stunting diperlukan perbandingan protein dan energi yang lebih besar dari 10 persen.

“Konsumsi asam amino esensial akan mempengaruhi pembentukan protein dan lemak dalam tubuh, termasuk hormon pertumbuhan. Di antara sumber protein hewani, susu dan telur mempunyai nilai DIAAS (digestible indispensable amino acid score) tertinggi dan penelitian membuktikan berperan paling penting dalam pencegahan stunting,” ungkap Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (03/02/2023).

Sebanyak 20 persen anak mulai mengalami stunting sejak lahir, 20 persen pada saat mendapatkan ASI (0-6 bulan), 50 persen pada masa MPASI (Makanan Pendamping ASI), serta 10 persen di atas usia 3 tahun.

Berdasarkan ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan inisiasi menyusu dini (di bawah satu jam setelah lahir) agar dapat mencapai ASI eksklusif selama enam bulan, pemberian MPASI paling lambat dimulai pada usia enam bulan sambil meneruskan pemberian ASI.

Sayangnya hingga tahun 2010, Prof. Damayanti masih menemukan pemberian ASI eksklusif enam bulan di Indonesia baru berkisar 15 persen, padahal ASI memiliki komponen bioaktif yang tidak dimiliki susu formula manapun.

Adapun pemberian MPASI harus dilakukan harus tepat waktu, kandungan nutrisi yang cukup dan seimbang, baik makro maupun mikro, aman, serta diberikan secara responsif.

Berdasarkan data Riskesdas 2010, ternyata hanya sekitar 38 persen MPASI di Indonesia yang mengandung protein hewani. Strategi percepatan penurunan stunting dirumuskan melalui 3 tahapan.

Dimulai dari pencegahan primer pada bayi normal di POSYANDU dengan mensosialisasikan ASI, MPASI dan makanan keluarga berbasis protein hewani, serta penimbangan berat badan setiap bulan untuk mendeteksi dini weight faltering. Selanjutnya, anak dirujuk ke Puskesmas dan menjalani pencegahan sekunder saat bayi sudah mengalami weight faltering, berat badan kurang, gizi kurang dan gizi buruk.

Di Puskesmas harus ditangani dokter layanan primer yang mendeteksi dini serta menatalaksana segera penyakit penyerta misalnya tuberkulosis, infeksi saluran kemih, ISPA dan lain-lain serta memberikan terapi pangan olahan untuk keperluan diet khusus (PDK) Jika sudah terjadi stunting, maka dirujuk ke RSUD untuk mendapatkan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak, lalu ditatalaksana sesuai indikasi.

Jika perlu terapi khusus bisa diberikan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) yang sesuai peruntukannya. Ini dilakukan agar menyelesaikan masalah stunting dan mencegah penurunan kognitif terlalu besar. Jika ditemukan faktor lain di luar medis yang menyebabkan stunting, maka perlu dilakukan pendekatan lintas sektoral, contoh pada kasus-kasus terkait kemiskinan, penelantaran, higienitas dan ketidaktahuan.

“Pada gilirannya, pihak yang paling berperan besar dalam pencegahan stunting adalah orang tua. Setiap orang tua pasti ingin anaknya bisa tumbuh dan berkembang lebih baik. Untuk itu, kita tidak bisa mengharapkan orang lain. Jadi tugas memberikan asupan nutrisi berkualitas secara tepat, termasuk protein hewani, juga menjadi tanggung jawab orang tua,” paparnya.

Selain itu, orang tua perlu mendeteksi dini weight faltering pada anaknya dengan melakukan penimbangan secara teratur.

“Jika kenaikan berat badan tidak memadai, segera datangi dokter umum atau dokter anak untuk mengetahui penyebabnya, mengatur pola makannya, sehingga anak tidak mengalami stunting dan kita bisa menyelamatkan generasi masa depan Indonesia,” ujar Prof. Damayanti.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button