RPP Kesehatan dan Risiko Rokok Ilegal, Ancaman bagi Petani dan Penerimaan Negara

Kontroversi terkait pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang diinisiasi Kementerian Kesehatan terus menuai sorotan dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dikhawatirkan tidak hanya merugikan petani tembakau dan pemangku kepentingan di industri tembakau, tetapi juga berpotensi merugikan penerimaan negara secara signifikan.

Peneliti Tembakau dari Universitas Jember, Fandi Setiawan, menekankan bahwa tanaman tembakau telah menjadi bagian integral dari budaya bangsa, khususnya di wilayah seperti Madura. 

“Tembakau bukan hanya sekadar komoditas, tapi sudah menjadi kultur yang turun-temurun di Indonesia,” ujar Fandi dalam diskusi bertajuk ‘RPP Kesehatan dan Perlindungan Petani Tembakau’, Senin (11/12/2023).

Industri tembakau mendukung kehidupan sekitar 6 juta orang di Indonesia, dari hulu hingga hilir. Sektor ini juga berkontribusi besar pada penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau (CHT) dan berbagai jenis pajak lainnya. Fandi berpendapat bahwa pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan seharusnya mempertimbangkan aspek ketenagakerjaan dan penerimaan negara.

Risiko Peredaran Rokok Ilegal

Kekhawatiran lain yang diungkapkan Fandi adalah potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal sebagai akibat dari larangan produk tembakau. 

“Rokok ilegal akan merugikan negara, dan pembuat kebijakan harus memikirkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.

Sarmidi Husna, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), menegaskan bahwa kebijakan negara harus memberikan manfaat kepada umat secara luas. Menurut Sarmidi, pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan hanya fokus pada aspek kesehatan, namun mengabaikan dampaknya pada industri dan tenaga kerja.

“Kebijakan harus mencerminkan kemaslahatan umat, bukan hanya sektor tertentu,” ucap Sarmidi.

P3M mengusulkan agar aturan terkait tembakau dikeluarkan dari RPP Kesehatan dan dibahas secara terpisah. “Harus ada diskusi bersama untuk mencapai kesepakatan yang tidak merugikan berbagai pihak, termasuk petani tembakau,” tutup Sarmidi.

Sumber: Inilah.com