Daya Beli Makin Babak-belur Jika PPN Naik 12 Persen, Apindo Usulkan 2 Hal Ini


Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengusulkan dua rekomendasi yang diharapkan didengar pemerintah, sebelum menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan.

Suka atau tidak, suasana perekonomian saat ini menunjukkan pelemahan daya beli yang cukup mengkhawatirkan untuk diterapkan PPN 12 persen. Hal itu tercermin dari persentase kelas menengah yang turun dari 21,45 persen pada 2019, menjadi 17,44 persen pada 2023. Sebagaimana ditunjukkan dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Bank Mandiri.

Bila kondisi ini masih dibebani tekanan kebijakan fiskal, Ajib khawatir, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. “Jalan tengahnya, pemerintah bisa melakukan dua kebijakan,” ujar Ajib di Jakarta, Senin (12/8/2024).

Usulan pertama, kata Ajib, batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan. Berdasarkan PMK Nomor 101 tahun 2016, besaran PTKP adalah Rp54 juta per tahun, atau Rp4,5 juta per bulan. Pemerintah sebaiknya menaikkan batas PTKP untuk menjaga daya beli.

“Pemerintah bisa menaikkan, misalnya, PTKP menjadi Rp100 juta per tahun. Hal ini bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah. Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan,” jelas dia.

Rekomendasi kedua, lanjut Ajib, terkait pajak. Pemerintah bisa mengalokasikan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor yang menjadi lokomotif penggerak ekonomi. Misalnya properti atau pertanian, perikanan dan peternakan yang dapat mendorong hilirisasi.

Namun, lanjut dia, perlu diperhatikan bahwa kebijakan pajak tersebut harus tetap memberikan dorongan kepada sektor swasta untuk bisa tetap berjalan dengan baik. Di sisi lain, penerimaan negara juga perlu terus terjaga agar fiskal tetap terkelola dengan bijak.

“Prinsipnya, pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang kebijakan untuk menaikkan tarif PPN. Harus ada insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” tutup dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pertimbangan kenaikan PPN dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengingat kebutuhan peningkatan penerimaan negara usai menggelontorkan belanja yang cukup besar pada saat pandemi COVID-19.

Penerimaan negara perlu kembali digenjot untuk memulihkan kinerja pertumbuhan ekonomi dan menjaga momentumnya agar tetap berkelanjutan.

Namun, Ajib menyadari, ada berbagai kondisi yang perlu dipertimbangkan terkait kebijakan tersebut. “Adapun wewenang implementasi kebijakan PPN 12 persen bergantung pemerintahan mendatang,” pungkasnya.