News

Dirjen Polpum Kemendagri: KPU Banding atau Tidak, Tahapan Pemilu Jalan Terus

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan sementara tahapan pelaksanaan pemilu 2024, tidak berdampak apapun terhadap eksistensi UUD 1945 bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Begitu pula dengan eksistensi hukum UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilu.

PN Jakarta Pusat tidak memiliki otoritas mengubah substansi UUD dan UU. Putusan tersebut melampaui batasan wewenang, cacat hukum dan tak bernilai hukum.

“Sehingga saya berpendapat bahwa KPU banding ataupun tak banding, tahapan pemilu tetap dilanjutkan. Penyelenggara pemilu boleh abaikan substansi putusan PN terkait pemilu,” kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Dr Bahtiar dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).

Sebagaimana diberitakan, majelis hakim PN Jakarta Pusat telah memutuskan perkara yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan memerintahkan KPU menghentikan sementara seluruh tahapan pemilu mulai dari keputusan tersebut dibacakan.

Bahtiar menekankan, kepentingan negara yang lebih luas harus diutamakan oleh siapapun penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pemilu tidak boleh terganggu oleh hal apapun termasuk potensi gangguan produk-produk hukum atau aturan-aturan yang bisa menghambat suksesnya penyelenggaraan pemilu.

“Kememdagri senantiasa konsisten bersama Komisi II DPR mendukung sukses penyelenggaraan pemilu 2024. Pemilu adalah amanah konstitusi, sebagai sarana suksesi kepemimpinan nasional secara ajeg lima tahun sekali,” jelas Bahtiar yang juga Ketua Umum Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) itu.

Lawan Pihak yang Ingin Tunda Pemilu

Sebelumnya, para ahli yang tergabung dalam MIPI juga menyesalkan putusan PN Pusat tersebut. MIPI mengajak seluruh masyarakat melawan setiap upaya dari pihak yang punya agenda menunda pemilu 2024, karena telah menghianati konstitusi dan merusak semangat demokratisasi yang telah terbangun selama ini.

“MIPI meminta pemerintah berkomitmen untuk tetap melaksanakan Pemilu berdasarkan konstitusi. Hal itu berarti pemilu tetap dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Kami juga mengajak masyarakat untuk terus mengawal persiapan dan pelaksanaan pemilu, sehingga pemilu 2024 dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan,” ujar Sekretaris Jenderal PP MIPI Dr Baharuddin Thahir dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (6/3/2023)

Keputusan ini, menurut MIPI, telah menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat. Lebih dari itu, keputusan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi penyelenggara pemilihan umum.

“Keputusan itu telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945, apalagi Pegadilan Negeri tidak memiliki kewenangan menyidangkan perkara yang berhubungan dengan proses pemilihan umum. Itu menjadi kewenangan Bawaslu dan PTUN,” ujar Baharuddin.

Dia menambahkan, keputusan itu juga telah merugikan peserta pemilu lain yang bukan merupakan pihak tergugat dalam pengadilan di Pegadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Keputusan Pegadilan Negeri Jakarta Pusat telah menimbulkan kekisruhan dan ketidakpastian hukum di tengah persiapan pelaksanaan pemilu tahun 2024,” tambah Baharuddin.

Karena itu MIPI meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa kejanggalan proses peradilan dan memeriksa Majelis hakim yang menangani kasus Gugatan Partai Prima.

“Kami mendukung upaya KPU untuk melakukan banding atas keputusan Pegadilan Negeri Jakarta Pusat. Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen penyelenggara pemilu untuk melaksanakan pemilihan umum dalam konteks negara hukum dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia,” kata Baharuddin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button