Market

Ekspor Pakaian dan Alas Kaki Baik-baik Saja, Ekonom: Kasihan Buruh Tumbal PHK

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menduga ada yang tidak beres terkait maraknya PHK di sejumlah daerah. Apalagi kalau alasannya permintaan atau ekspor turun.

Kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (14/11/2022), Bhima membeberkan data The Footwear Distributors and Retailers of America (FDRA), tentang kenaikan permintaan alas kaki (sepatu) di Amerika Serikat. “Meski masih ada ancaman resesi, sebanyak 78 persen keluarga di AS ingin membeli sepatu baru sebagai respons atas mulai dibuka kembali sekolah tatap muka,” tutur Bhima.

Masih menurut FDRA, lanjut Bhima, terjadi rekor penjualan sepatu di negeri Paman Sam sejak 2021. Kala itu nilainya mencapai US$100,7 miliar, atau naik 20,5 persen dibandingkan 2020.

Penjualan pakaian di AS pada Agustus 2022, lanjutnya, masih tumbuh 22,4 persen dibanding Agustus 2019, atau sebelum pandemi. Hal ini menunjukkan penjualan baju, dan garmen masih tumbuh positif bahkan dibandingkan penjualan pra-pandemi.

Potret tersebut kurang lebih sama dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut adanya pertumbuhan di industri garmen, tekstil dan alas kaki. Pada kuartal III-2022, BPS mencatat adanya pertumbuhan 8,09 persen untuk industri pakaian. “Sementara industri kulit dan alas kaki, masih bertumbuh 13 persen. Itu data BPS lho. Spesifik industri sepatu kita konsisten tumbuh sejak kuartal I-2022,” beber Bhima.

Permintaan ekspor pakaian dan aksesoris pakaian (HS61), lanjut Bhima, tumbuh 19,4 persen per September 2022 (yoy). Untuk pakaian dan aksesoris non-rajutan (HS62) tumbuh 37,5 persen, alas kaki (HS64) tumbuh 41,1 persen (yoy). “Artinya, permintaan ekspor untuk pakaian jadi dan alas kaki masih bagus. Kasihan buruh kalau harus kena PHK,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button