Hangout

MA Larang Hakim Sahkan Nikah Beda Agama. Ini Hukum Nikah Agama Menurut Islam

Surat Edaran MA (SEMA) berisi larangan hakim mengesahkan pernikahan beda agama tengah menjadi pembahasan hangat. Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin pun ikut angkat bicara mengenai hal tersebut.

Wapres mempertanyakan nasib pasangan beda agama yang telah terlebih dahulu dicatat. MA diminta memberikan penjelasan hukum, termasuk status anak-anak yang lahir dari pasangan beda agama.

Wapres juga menekankan, SEMA  mengenai larangan hakim mencatat pernikahan beda agama, merupakan hukum kenegaraan. Sedangkan persoalan sah atau tidaknya pernikahan beda agama hendaknya dikembalikan ke masing-masing organisasi agama

Ada juga yang menyebut, SEMA merupakan kemunduran. Seperti yang dilontarkan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Ia menilai putusan MA itu, sarat intervensi politik yang bertentangan dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan serta melanggar hak asasi manusia.

Sedangkan Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mendukung aturan teranyar ini, karena meyakini pernikahan merupakan peristiwa keagamaan. Jika Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak bisa dicatatkan secara resmi negara.

Islam secara tegas melarang pernikahan beda agama. Seperti disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 221, yang berbunyi:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْن ࣖ – ٢٢١

(Artinya: “Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan wanita muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik daripada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”)

Dikutip dari laman NU Online, sebab turunnya ayat 221 surat Al Baqarah, menurut riwayat yang diceritakan Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang bersumber dari al-Muqatil adalah, berkenaan dengan Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi seorang  wanita Quraisy  yang cantik tapi musyrik. Nabi Muhammad SAW melarang sahabatnya untuk menikahinya gadis Quraisy itu. Lalu Allah menurunkan ayat ini. (Tafsir Al-Baghawi).

Ibnu Katsir mengulas tafsir ayat di atas dengan mengatakan, Allah SWT mengharamkan seorang mukmin menikah dengan orang musyrik yang menyembah berhala (watsaniyah) dan orang musyrik dari Yahudi dan Nasrani (kitabiyah)

Peluang Nikah Beda Agama

Akan tetapi Ibnu Katsir mengecualikan pernikahan orang muslim dengan perempuan ahli kitab dengan landasan  ayat Al Qur’an yang menjelaskan hukum pernikahan beda agama. Seperti tertuang dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 5:

‎اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ – ٥

(Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al-Maidah: 5).

Ayat itu menurut tafsir Ibnu Katsir, memberi peluang pernikahan beda agama, yaitu bagi laki-laki muslim boleh menikah dengan ahli kitab. Menurut Syekh at-Thanthawi dalam Kitab Al-Wasith, yang dimaksud ahli kitab dalam ayat ini ialah Yahudi dan Nasrani.

Al-Nawawi menjelaskan, menurut Imam al-Syafi’i, laki-laki muslim boleh menikahi wanita kitabiyah, apabila mereka beragama menurut Taurat dan Injil sebelum diturunkannya Al Quran, dan mereka tetap beragama menurut kitab sucinya.

Sementara menurut tiga mazhab lainnya, Hanafi, Maliki dan Hambali, laki-laki muslim boleh menikahi wanita kitabiyah bersifat mutlak, meski agama ahli kitab tersebut telah dinasakh (diubah).

Sedangkan sahabat Abdullah bin Umar dan sebagian sahabat lainnya menyatakan, menikah dengan ahli kitab di zaman turunnya ayat ini, karena belum banyak perempuan muslimah, sehingga diberi dispensasi oleh Allah SWT.

Sedangkan zaman sekarang sudah banyak perempuan muslimah, maka hilang pengecualian itu dan hukumnya haram menikah dengan ahli kitab.

MUI, NU, dan Muhammadiyah Larang Nikah Beda Agama

hukum menikah beda agama menurut islam
Ilustrasi pernikahan dalam Islam (Sumber: Istockphoto)

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI telah mengeluarkan fatwa tentang hukum larangan pernikahan beda agama. Ini dimuat dalam fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005:

  • Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
  • Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab, menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.

Nahdlatul Ulama (NU)

NU juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan  dalam Muktamar Ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan, nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.

Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar Tarjih Ke-22 tahun 1989 di Malang, Jawa Timur, telah mentarjihkan/menguatkan pendapat yang mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-muslimah atau ahlul kitab, dengan beberapa alasan sebagai berikut:

  • Ahlul kitab yang ada sekarang tidak sama dengan ahlul kitab yang ada pada waktu zaman Nabi Muhammad SAW.
  • Semua ahlul kitab zaman sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau menyekutukan Allah SWT, dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut Yahudi) dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani).
  • Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama dilaksanakannya pernikahan.
  • Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button