Market

Pakar UGM: Pertalite Digantikan Bioetanol Jadi Bom Waktu Bagi Prabowo


Jangan kaget jika Pertalite semakin sulit didapat di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU) . Bisa jadi, BBM bersubsidi yang akrab dengan dompet wong cilik itu, bakal menghilang. Kabarnya digantikan Bioetanol.

Pakar ekonomi energi dari UGM, Fahmy Radhi mengatakan, penggantian Pertalite dengan Bioetanol bakal menimbulkan masalah baru bagi pemerintah saat ini dan akan datang. Karena, harga Bioetanol lebih mahal ketimbang Pertalite.

“Kalau menjadi bagian dari program diversifikasi BBM, enggak masalah. Masyarakat kecil bisa memilih Pertalite atau Bioetanol. Tapi kalau Pertalite benar-benar dihapus, digantikan Bioetanol, misalnya Pertamina Green 95, itu masalah besar. Termasuk untuk pemerintahan Prabowo kelak. Ini bom waktu,” kata Fahmy, Jakarta, Senin (7/5/2024).

Fahmy benar. Saat ini, harga Pertalite sebesar Rp10.000 per liter, sedangkan Bioetanol (Pertamax Green 95) mencapai Rp13.900/liter. Selisih cukup besar yakni Rp3.900/liter. Kalau Pertalite dihapus, konsumen dipaksa membeli Pertamax Green 95, sama halnya membuat rakyat kecil semakin sulit.

Sedangkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Bioetanol per 1 Mei 2024 mengalami kenaikan Rp32/liter. Atau naik dari Rp14.496 menjadi Rp14.528 per liter.

“Kalau mau disubsidi kok cari masalah saja pemerintah ini. Untuk subsidi Pertalite saja sudah gede apalagi subsidi Bioetanol. Bisa jebol APBN kita. Selain itu, harga barang bakal meroket lagi. Melemahkan daya beli, banyak perusahaan tutup. Menimbulkan pengangguran dan kemiskinan. Ekonomi tumbuhnya kontet. Ini yang saya maksud bom waktu bagi pemerintahan Prabowo,” terangnya.

Alasan Bioetanol ramah lingkungan, menurut Fahmy, harus dibuktikan melalui kajian dan penelitian terlebih dahulu. Karena, porsi campuran etanol yang bisa berasal dari singkong, ubi, jagung atau tebu, sangatlah rendah.

Di Pertamax Green 95 yang menurut Pertamina bakal menggantikan Pertalite, kandungan  etanolnya sangat rendah yakni 5-7 persen. “Saya kira minim etanolnya. Jadi pengurangan emisi karbon-nya enggak nendang. Jangan-jangan ini hanya bisnis,” ungkapnya.

Selain itu, Fahmy mempertanyakan kesiapan produksi etanol dalam negeri untuk memasok pembuatan Bioetanol. Asal tahu saja, konsumsi Pertalite pada 2023 mencapai 30 juta kiloliter (kl).

“Gula saja kita impor, bagaimana bisa untuk pembuatan Bioetanol. Ujung-ujungnya nanti etanolnya impor juga seperti BBM atau minyak mentah. Yang untung lagi-lagi pengusahaIni namanya menyelesaikan masalah dengan masalah baru,” kata Fahmy.

Informasi saja, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah mendorong penggunaan bahan bakar nabati yang ramah lingkungan. Termasuk mengganti Pertalite dengan Bioetanol. Saat ini sedang dihitung berapakah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.

“Ya, tetap subsidi. Lagi kami hitung, supaya begini, targetnya yang kami subsidi adalah orang yang pantas disubsidi,” ujar Luhut ketika ditemui di Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Luhut mendorong agar Pertalite segera digantikan Bioetanol yang berasal dari campuran dari Pertalite dengan etanol, bukan pertamax dengan etanol. “Harus ke sana larinya,” kata dia.

Dia pun menyanggah banyak pihak meragukan produksi etanol dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan pembuatan Bioetanol. Saat ini, pemerintah tengah mengembangkan tanaman tebu di Papua di lahan seluas 2 juta hektare. “Nanti, akan pakai jagung, pakai tebu, atau kita juga bisa pakai rumput laut. Banyak pilihan kita,” kata Luhut.
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button